Lemahnya aktivitas matahari itu salah satunya yang kasat mata, terlihat dari sedikitnya sunspot atau bintik hitam di matahari. Sampai akhir tahun ini, kata Djamaluddin, aktivitas matahari masih terpantau lesu.
Dampaknya kini terasa di wilayah utara bumi seperti di Amerika Serikat dan Eropa. Saat winter, wilayah tersebut membeku. "Jadi temperatur di lintang utara cenderung turun." Menurutnya, musim dingin yang ekstrim ini mulai terasa sejak 2009.
Dia mengatakan, lemahnya aktivitas matahari terjadi sejak 2005-2006, lalu berlanjut hingga 2008. Namun ketika itu belum sampai ke titik terendah, dan diperkirakan baru tercapai saat ini.
Saat puncak aktivitas matahari, intensitas radiasi sinar matahari yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suhu di atmosfer bumi. Salah satu yang terpengaruh adalah lapisan stratosfer yang mengandung ozon sehingga menimbulkan pengaruh pada iklim.
Siklus aktivitas matahari berkisar antara 9-13 tahun, atau rata-ratanya terjadi sepanjang 11 tahun. Aktivitasnya saat awal dan akhir cenderung tenang seperti saat ini. Adapun saat puncak biasanya ditandai dengan banyaknya ledakan besar di matahari. Para ahli astronomi memperkirakan puncak siklus itu terjadi pada 2012 atau 2013.
Perubahan cuaca ekstrim ini, kata dia, juga dirasakan di daerah khatulistiwa dan bumi belahan selatan. Namun diakui Djamaluddin, peristiwa yang terhitung normal dalam jangka panjang, siklus aktivitas matahari kali ini berbeda dengan kejadian sebelumnya.
"Sebabnya banyak faktor yang saling menguatkan dan melemahkan, global warming lebih dominan dibanding (dampak) aktivitas matahari," ujarnya.
ANWAR SISWADI