"Saya baru melihat satu cekungan yang lumayan besar, lembah yang memanjang di dasar laut," kata M. Hasanuddin, koordinator lapangan Tim Ekspedisi Perairan Kalimantan Selatan, Senin lalu.
Sungai purba itu adalah salah satu temuan ekspedisi gabungan antara Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berlangsung sejak 19 November hingga 1 Desember 2010, menggunakan kapal riset Baruna Jaya VIII. "Lebar dan panjangnya belum sempat kami teliti karena itu baru penampakan morfologi dari hasil batimetri. Pengukuran kedalaman dasar laut yang kami lakukan."
Penemuan cekungan itu menunjukkan bahwa Paparan Sunda pada masa lalu, puluhan ribu tahun lampau, merupakan suatu dataran yang tidak tergenang air laut seperti sekarang. "Pengamatan dengan echo sounder menunjukkan bahwa kedalaman maksimum perairan Pulau Matasiri saat ini mencapai 70 meter, dengan penurunan relatif landai dari pesisir Kalimantan Selatan ke pulau tersebut.
Bukti bahwa Pulau Kalimantan pada masa lampau lebih luas dibanding sekarang juga ditunjukkan oleh penemuan endapan gambut bekas rawa mangrove di kedalaman 50 meter, beberapa kilometer dari pantai. "Mangrove suatu biota yang hidup di perbatasan antara darat dan air," kata Hasanudin. "Dari temuan mangrove itu, kami mengindikasikan bahwa pantai dulunya ada di tempat itu."
Kayu mangrove tersebut ditemukan dalam pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan gravity coring, dengan menancapkan pipa berdiameter 3 inci ke dasar laut untuk mengetahui stratifikasi sedimen. Coring di perairan Kalimantan Selatan menemukan empat titik endapan rawa mangrove.
Tim ekspedisi itu juga menemukan batu lempung kaya konkresi oksida besi di 19 titik coring pada kedalaman 20-60 meter. Oksida besi yang berwarna merah itu mengindikasikan bahwa batuan tersebut pernah kontak dengan udara.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa permukaan air laut di kawasan tersebut pada masa lampau tidak sedalam sekarang. "Ada kenaikan muka laut di Paparan Sunda di masa lalu," kata Dirhamsyah, koordinator ekspedisi perairan Kalimantan Selatan dan ekspedisi Laut Natuna. "Temuan itu membuktikan muka laut di perairan itu naik 50-60 meter."
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI Hery Harjono mengatakan kenaikan permukaan laut itu bisa berlangsung perlahan, sekitar 0,5 sentimeter per tahun selama 11 ribu tahun. "Tetapi bisa juga naik dengan cepat," ujarnya.
Posisi kayu mangrove yang terbenam di dasar laut itu akan melengkapi hasil penelitian sebelumnya tentang kenaikan permukaan laut di Paparan Sunda. Hasil penelitian pada 2000 mengindikasikan adanya kenaikan permukaan laut di Paparan Sunda sekitar 21 ribu hingga 13,1 ribu tahun lampau, yaitu naik dari minus 116 meter menjadi minus 64 meter di bawah permukaan laut sekarang. Dua data lain dari Vietnam menunjukkan kenaikan permukaan laut minus 48 meter pada 11 ribu tahun lalu.
"Temuan ekspedisi ini diperkirakan dapat melengkapi data dari Vietnam, bahkan menambah data tentang kenaikan muka laut di Paparan Sunda sampai kedalaman minus 20 meter dari muka laut sekarang," kata Prof Dr Suharsono, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.
Meski kayu mangrove itu ditemukan di dasar laut, para ilmuwan tengah melakukan analisis umur kayu itu menggunakan carbon dating untuk memastikan bahwa mangrove tersebut berasal dari 8.000 hingga 11 ribu tahun lampau ketika kawasan itu baru saja tergenang. "Jangan-jangan hanya kayu yang terdampar karena banjir pada tahun 2000 dan kebetulan terkena coring," kata Suharsono.
TJANDRA DEWI