Kumpulan 25 jenis batuan yang terbagi dalam tiga kelompok di taman seluas 1.500 meter persegi itu bercerita tentang ragam bentuk batu setelah keluar dari perut bumi.
Menurut Kepala Museum Geologi Bandung Sinung Baskoro, taman itu dibuat sebagai tempat bersantai sambil belajar geologi.
Dari pantauan Tempo, di ujung taman dekat auditorium itu dibangun sebuah kolam air mancur berbentuk lingkaran. Pinggir kolamnya dibuat sebagai tempat duduk bagi para pengunjung.
Di samping kolam, terdapat bak pasir penggalian fosil yang dibentuk menyerupai angka delapan. Bak pasir itu dirancang sebagai sarana belajar buat anak-anak TK dan SD.
“Kami ingin memperkenalkan proses penggalian oleh para ahli. Nanti akan dikubur fosil buatan yang ukurannya kecil," ujar Sinung, kepada Tempo di ruangan kantornya, Senin (3/1).
Taman Batuan diselesaikan akhir 2010 lalu. Saat ini, walau belum dibuka resmi, namun sudah bisa disambangi pengunjung.
Pihak museum kini masih berusaha melengkapi sarana taman itu seperti pemandu dan informasi tertulis. "Nanti kami akan buat buku panduannya segera," ujarnya.
Kumpulan batuan beku seperti granit, andesit, basalt, dan obsidian, ditempatkan di bagian depan taman selepas pintu masuk.
Petunjuk berupa tulisan dan warna berbeda di jalur trek taman kemudian mengarahkan ke kelompok batuan sedimen seperti konglomerat, breksi, dan gamping.
Siklus selanjutnya menjadi batuan metamorf seperti saba dan marmer.
Tiga kelompok batuan itu hanya mewakili siklus sederhana di alam. Sebenarnya, kata Sinung, ada proses yang lebih rumit lagi dan urutannya bisa loncat, misalnya dari batuan beku langsung jadi batuan metamorf.
Penyederhanaan proses itu untuk memudahkan siswa SD belajar. "Saya nggak tahu apa di buku pelajaran SD sekarang ada siklus batuan itu," katanya.
Siklus batu itu ceritanya berawal dari magma yang membeku di dalam perut bumi dan di luarnya. Setelah mengalami pelapukan akibat cuaca dan mengalami erosi, batuan itu terbawa angin atau air lalu mengendap.
Sedimentasi kemudian mengalami proses pembatuan. Akibat tekanan panas dan suhu tinggi, batuan lantas menjadi metamorf seperti dari batu gamping menjadi marmer.
Seluruh batuan itu koleksi museum terbaru yang sengaja dikumpulkan oleh para ahli geologi sepanjang Desember lalu. Daerah perburuannya meliputi Pulau Jawa, Lampung, dan Kalimantan.
Sebagian besar di ambil dari laboratorium alam bebatuan di Karang Sambung, Kebumen, Jawa Tengah. "Ke depan, kami ingin menampilkan keunikan bebatuan dari seluruh wilayah Indonesia," katanya.
ANWAR SISWADI