Pekan lalu, lembaga ini melakukan survei dari Dusun Besalen hingga Dusun Banaran di sisi timur Sungai Gendol. Material banjir lahar hujan ternyata jadi penyebab utama kerugian bagi pemilik rumah dan persawahan. Lahar tersebut juga mengganggu proses rehabilitasi warga lereng Merapi karena akses jalan terganggu. Lembaga ini menyimpulkan, banjir lahar hujan bukan lagi bahaya sekunder, namun jadi bencana primer.
Memang, lahar jadi ancaman besar setelah Gunung Merapi meletus pada 26 Oktober 2010. Pada Senin (3/1) malam misalnya, banjir lahar dingin terjadi di sembilan sungai, yaitu Sungai Opak, Woro, Boyong, Krasak, Putih, Pabelan, Blongkeng, Senowo dan Apu. Sungai-sungai itu berada di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten, Jawa Tengah, serta Sleman di Yogyakarta.
Lahar dingin yang meluap di Sungai Putih menyebabkan 75 rumah rusak, 1.382 warga mengungsi, ratusan hektar sawah dan tegalan tergerus. Tak hanya itu, jalan raya Semarang-Yogyakarta di Desa Jumoyo, Kecamatan Salam tertutup selama 17 jam. Pasir dan batu besar menutupi badan jalan dan jembatan Sungai Putih sepanjang 300 meter dengan ketinggian sekitar 2 meter. Lahar itu terjadi setelah hujan di Magelang intensitasnya 20-50 milimeter per hari. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Jawa Tengah memperkirakan intensitas hujan sebesar 50 mm per hari dapat terjadi hingga akhir Februari 2011.
Di Sungai Opak yang terletak di lereng Merapi di Kabupaten Sleman sejak 100 tahun ini tidak ada aliran airnya. Namun sejak bulan lalu setelah hujan deras, alur air sangat deras membawa material vulkanik. Enam jembatan di Kecamatan Cangkringan ambrol. Di sini, muncul alur baru sungai yang merendam lima ratus rumah dan ratusan hektar sawah.
Menurut Widi Sutikno, Kepala Dinas energi Sumber Daya Air dan Mineral Sleman, pihaknya memfokuskan normalisasi Sungai Opak dengan menerjunkan beberapa alat berat. "Sebab sungai yang dulunya memiliki lebar 4 meter, saat ini menjadi lebih dari 10 meter," katanya. Material vulkanik berupa batu-batu sebesar mobil dan pasir dikhawatirkan membahayakan wilayah di tepi sungai.
Hingga pekan ini, lahar dingin merontokkan 15 dari 244 bendungan penahan banjir di lereng Merapi. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak Bambang Hargono menjelaskan butuh dana Rp 70 miliar dengan masa perbaikan 2-3 bulan untuk melakukan normalisasi sungai di sekitar Merapi. Banjir lahar dingin akan terus terjadi hingga akhir Februari. Diperkirakan butuh waktu lima tahun untuk mengeruk materialnya dari seluruh sungai yang berhulu di Merapi.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi Surono menjelaskan semua sungai dan anak sungai yang berhulu di Gunung Merapi menyimpan potensi bahaya lahar dingin. "Rangkaian letusan terakhir Merapi memuntahkan sekitar 150 juta meter kubik material vulkanik," katanya.
Besarnya volume yang dimuntahkan memang menghantui warga. Maklum pada letusan November 1994, Merapi memuntahkan 3,5 juta meter kubik. Setelah itu terjadi banjir lahar menerjang Sungai Boyong, Bedok dan Bebek. Ketika itu ada 50 kali banjir dengan durasi antara setengah jam sampai 1,5 jam.
Dari data yang ada, banjir lahar besar terjadi sebanyak 33 kali pada 1930-1931 di Sungai Batang. Banjir ini terjadi sejak Januari hingga April. Lalu tahun 1969, terjadi banjir lahar di beberapa sungai antara Januari sampai awal April.
Banjir terbesar pada 17 Januari 1971 dengan ketinggian 7 meter di Salam. Ketika itu Merapi meletus dengan volume material 7,7 juta meter kubik. Dari sejarah ini, dapat disimpulkan banjir lahar hujan terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama. Memang banjir terbesar biasanya terjadi di Januari ketika puncak musim hujan.
UNTUNG WIDYANTO | MUH SYAIFULLAH DAN ANANG ZAKARIA (YOGYAKARTA) |
-