Menurutnya, biaya langganan Blackberry yang umumnya sekitar Rp 100 ribu per pelanggan per bulan terdiri atas tiga komponen. Komponen pertama adalah biaya langganan operator ke perusahaan induk Blackberry, Research In Motion. Besarnya sekitar US$ 4 atau Rp 36 ribu per pelanggan per bulan. Biaya lain adalah layanan sewa jaringan antara Indonesia ke server RIM di Kanada, dan margin atau keuntungan operator. "Sehingga kalau server dibangun di Indonesia, tarif bisa turun sekitar 30 persen," ujar Heru.
Pakar Teknik Elektro dan Komunikasi dari Universitas Indonesia ini mengatakan cara kerja Blackberry tidak sama dengan saluran internet di telepon genggam lain. Setiap data dikirim dari ke server di Kanada, baru kembali lagi ke Indonesia. "Bahkan jika kita Blackberry Messenger dengan orang di dekat kita, datanya harus dikirim ke Kanada dulu," katanya.
Jika RIM mau membangun server di Indonesia, Heru melanjutkan, akan memangkas waktu pengiriman data. "Koneksinya pasti akan lebih cepat," ujarnya.
Keuntungan lain adalah akses pemerintah terhadap lalu lintas data di server. Heru mengatakan pemerintah tidak dapat menembus server RIM untuk memperoleh bukti percakapan via BBM. "Padahal banyak digunakan oleh pelaku narkoba, koruptor, sampai teroris," ujarnya. Dia mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian mendukung desakan pembentukan server Blackberry lokal.
Tahun lalu, Pemerintah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan India juga mendesak RIM dengan tuntutan yang sama. Namun tidak diketahui apakah mereka berhasil membangun server lokal. "RIM sangat merahasiakan lokasi servernya," kata Heru. Dengan melihat Blackberry masih beroperasi di Timur Tengah dan India, dia melanjutkan, RIM mengakomodir tuntutan tersebut.
Dia optimis desakan pemerintah bisa berbuah manis. Dengan 2 sampai 2,5 juta pengguna, Indonesia termasuk negara pengguna Blackberry tertinggi di dunia.
REZA M