TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa kawasan di Indonesia akan memperoleh tambahan curah hujan, meski siklon Narelle berhenti. Sistem cuaca baru zona konvergensi akan menghasilkan hujan.
"Narelle punah pada Selasa, 15 Januari," ujar Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Mulyono Prabowo, dalam jumpa pers di kantornya, Rabu, 16 Januari 2013.
Analisis citra satelit yang dilakukan BMKG memperlihatkan udara bertekanan rendah di selatan Nusa Tenggara sudah lenyap. Sepanjang pekan lalu, kondisi udara bertekanan rendah ini menimbulkan angin kencang di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Di Jakarta, angin bertiup hingga 30-40 kilometer per jam. Di daerah lain, kekuatan angin bisa mencapai 65 kilometer per jam.
Kehadiran Narelle juga menimbulkan gelombang hingga 6 meter di Sumatera bagian utara, Sulawesi bagian selatan, Laut Cina Selatan, dan Papua bagian selatan. "Termasuk gelombang kategori sangat tinggi," kata dia.
Gelombang tinggi sepanjang pekan lalu menyebabkan kapal sulit berlayar. Bahkan, Narelle berakibat pada tenggelamnya tiga kapal, yaitu KM Emeline pada 9 Januari di Selat Makassar, KM Sumber Rejeki Putra 2 di laut Jawa bagian timur pada 10 Januari, dan KM Tirta Samudera XXI pada 10 Januari.
Punahnya Narelle berbarengan dengan hilangnya angin kencang di banyak wilayah. Namun sistem cuaca baru muncul di sepanjang selatan khatulistiwa. Sistem cuaca ini disebut zona konvergensi, yang berasal dari pertemuan udara mengandung uap air dari perairan Indonesia dan Samudra Hindia. Pertemuan ini menjadi kawasan pembentukan awan hujan, yang kemudian berpotensi menurunkan hujan.
Zona konvergensi kali ini terbentuk memanjang dari Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, hingga Papua bagian selatan. BMKG masih mengawasi kawasan yang berpotensi menyumbang tambahan curah hujan ini. Normalnya, kata Mulyono, zona konvergensi akan berusia 2-3 hari. "Bisa satu pekan jika kekuatan angin terus membesar," kata dia.
ANTON WILLIAM