"Persepsi ganja sebagai obat yang aman adalah reaksi yang salah terhadap sejarah," kata Hall. Di luar itu, ia menambahkan, ganja memang tak berbahaya bila dibandingkan dengan obat-obatan terlarang lainnya, seperti amfetamin, kokain, dan heroin.
Meski begitu, Hall melanjutkan, penggunaan ganja secara rutin bisa membawa beberapa risiko yang sama dengan alkohol. Di antaranya, risiko kecelakaan, ketergantungan, dan gangguan psikosis. Dalam laporannya, Hall juga menulis bahwa mengisap ganja turut meningkatkan risiko terkena serangan jantung.
Penggunaan ganja dua kali sehari akan melipatgandakan risiko gejala psikotik dan gangguan berpikir, seperti halusinasi dan delusi. Kasus tersebut terjadi pada tujuh orang dari non-pemakai rutin dan empat belas orang dari pemakai rutin.
Mayoritas dari 50 ribu lebih laki-laki muda pengguna ganja di Swedia menyatakan telah memakai ganja 10 kali atau lebih sejak berusia 18 tahun. Mereka didiagnosis akan mengalami skizofrenia dalam 15 tahun ke depan.
Para ilmuwan yang melakukan studi ini berpendapat, terdapat variabel lain dari penggunaan ganja di tempat kerja yang juga memicu risiko merusak kesehatan mental. Dalam studi ini, para peneliti memperkirakan 13 persen kasus skizofrenia terdiagnosis dapat dicegah jika seluruh penggunaan ganja diturunkan.
Pemakaian ganja oleh wanita hamil juga berdampak buruk, terutama untuk janin. "Sedikit mengurangi berat badan bayi yang akan lahir," ujar Hall.
Efek euforia dalam ganja berasal dari bahan psikoaktif delta-9-tetrahydrocannabinol--lebih dikenal sebagai THC. Selama 30 tahun terakhir, kandungan THC ganja di Amerika Serikat telah melonjak dari kurang dari 2 persen pada 1980 menjadi 8,5 persen pada 2006. "THC mungkin juga meningkat di negara-negara maju lainnya," kata Hall.
AMRI MAHBUB
Berita Lainnya:
Di Media Sosial, Julia Perez Sindir Syahrini
Diperiksa KPK, Bonaran Ungkap Peran Akbar Tandjung
PPP: 60 Persen Kaki Kami di Koalisi Jokowi