Untuk memproduksi gel baterai itu, para peneliti mencampurkan titanium dioksida dan sodium hidroksida, lalu mengaduknya dalam suhu tertentu. Proses itu juga memudahkan produsen baterai untuk mengintegrasikan gel baru itu dalam proses pembuatan baterai. Para peneliti kini tengah berusaha membuat purwarupa baterai berukuran besar. Chen berharap baterai generasi terbaru itu sudah bisa masuk ke pasar eletronik dua tahun lagi. Nilai bisnis baterai isi ulang di pasar global, menurut lembaga konsultan Frost & Sullivan, diperkirakan mencapai US$ 23,4 miliar pada 2016.
Profesor NTU Rachid Yazami menyebut temuan Chen dan koleganya adalah lompatan besar dalam teknologi baterai. Yazami adalah salah satu peneliti yang ikut menciptakan lithium-grafit anoda 34 tahun lalu dan dipakai pada baterai litium-ion hingga saat ini. "Ongkos produksi baterai litium-ion terus menyusut dan performanya semakin baik sejak Sony memasarkannya sejak 1991. Pasarnya terus berkembang untuk aplikasi baru pada piranti bergerak dan penyimpanan energi," kata Yazami.
Yazami mengatakan masih banyak ruang untuk mengembangkan baterai isi ulang model baru. Hal itu termasuk seberapa besar daya yang bisa disimpan dalam tempat terbatas yang berhubungan dengan kecepatan pengisian ulang. "Idealnya, waktu pengisian baterai kendaraan listrik kurang dari 15 menit. Anoda berstruktur nano yang dikembangkan Chen telah membuktikannya."
NTU | SCIENCEDAILY | GABRIEL WAHYU TITIYOGA
Berita lain:
Tahir Beri Megawati Penghargaan dan Uang Rp 1 M
Pemenang Cover Maroon 5 Penggembala Kambing
Tak Sreg dengan Taufik, Ini Cawagub Pilihan Ahok