Kondisi tersebut sangat mirip dengan posisi ketika dua pemain alat musik tiup berdiri berhadap-hadapan di tengah lapangan dan memainkan alat-alat masing-masing secara bersamaan. “Campuran gelombang suara yang sama menghilangkan suara,” ujar Waller.
Bentuk tersebut menunjukkan bahwa Stonehenge—yang juga disebut sebagai batu piper—merupakan pusat ritual magis. Waller menduga, pada zaman dahulu, bagian tengah Stonehenge digunakan sebagai tempat menari dalam ritual magis.
Begitu pun bentuk seni yang ditemukan di situs purba lainnya. Seni batu di Gua El Castilo, Spanyol, misalnya. Gua tersebut didominasi gambar kawanan bison, rusa, dan mamalia besar lain. Di daratan Eurasia tersebut, kata Waller, hewan-hewan ini terkait dengan dewa guntur. “Ratusan gambar kuku menggambarkan gemuruh,” ujarnya.
Karena itu, menurut Waller, bukan kebetulan hewan mamalia darat tersebut dilukis pada gua-gua tempat suara gema berkumpul. Saat ditemukan begitu banyak kuku bison, saat itu juga suara gema semakin keras.