TEMPO.CO, Jakarta – Kelompok akademisi gabungan dari beberapa negara, termasuk Indonesia, akan mengadakan penelitian di Danau Towuti. Danau ini merupakan salah satu danau purba di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
“Kami bermaksud meneliti tentang perubahan iklim yang terjadi dan mendokumentasikan proses geo-mikrobiologis yang terjadi di lapisan sedimen danau,” kata James Russell, anggota penelitian, saat konferensi pers di Restoran Meradelima, Jakarta Selatan, Jumat, 30 Januari 2015.
Menurut Russell, curah hujan di danau ini cukup tinggi. “Berkisar tiga meter kubik per tahunnya saat musim hujan,” kata dia. Sedangkan saat musim kering mencapai satu meter kubik. (Baca: Studi: Perairan Purba Tak Mengandung Banyak Sulfur)
Russell, yang merupakan peneliti dari Departemen of Earth, Environmental and Planetary Sciences, Brown University, Amerika Serikat, menyatakan Danau Towuti sebagai danau terluas kedua di Indonesia setelah Danau Toba. Kedalamannya pun, kata dia, hingga saat ini masih menjadi misteri, karena kontur danau yang tak sama di tiap titik. (Baca: Danau Toba Masih Mengandung Magma Cair)
Dia mengatakan tim penelitian akan mengebor hingga kedalaman 300 meter di tengah danau. “Sejumlah sampel akan diambil untuk bahan dasar analisis iklim,” ujarnya. Pengambilan sampel, dia menjelaskan, akan dilakukan selama dua bulan dari pertengahan Mei.
Satria Bijaksana, ketua tim peneliti dari Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, mengatakan analisis sampel akan dimulai pada Agutus 2015. “Diperkirakan analisis akan memakan waktu dua sampai tiga tahun,” ujarnya.
Satria berharap studi ini juga dapat membedah banyak hal. Di antaranya, dia menyebutkan, perubahan kimia, proses biologis, dan keberagaman ekosistem yang ada di Danau Towuti. (Baca: Jejak Kehidupan di Danau Purba Vostok)
Sebelumnya tim ini sudah mengambil sampel dari kedalaman 10 meter pada beberapa waktu lalu. Sampel awal tersebut, Satria mengatakan, dapat menggambarkan kondisi danau pada 60 ribu tahun silam. “Juga masalah pergeseran tektonik.” Hanya, Satria belum bisa memperkirakan hasil yang akan didapat dari penelitian ini.
PT Vale, perusahaan multinasional yang bergerak di bidang pertambangan, memberikan dukungan logistik dalam penelitian ini. Presiden Direktur PT Vale, Niko Kanter, mengatakan bantuan ini termasuk komitmen korporatnya dalam menjaga lingkungan.
Niko membantah perusahaannya mendompleng penelitian ini untuk mencari lahan baru untuk pertambangan. “Daerah Danau Towuti merupakan daerah yang tak boleh ditambang,” katanya saat menjawab pertanyaan dari Tempo.
Satria menambahkan, danau tersebut merupakan bagian dari oviolit belt. Artinya, bebatuan mineral, yang harusnya tersimpan di dalam tanah, menyembul keluar karena proses alami. “Ini tak boleh ditambang.”
Proyek penelitian Danau Towuti bergerak di bawah naungan Program Pengeboran Kontinental Internasional (ICDP). Di antaranya, yaitu Brown University, Institut Teknologi Bandung, National Lacustrine Core Facility, National Science Foundation, PT Vale dan dukungan dari DOSSECC Incorporation.
AMRI MAHBUB
Berita lainnya
Gara-gara Ini, Akbar Tandjung Tinggalkan Ical
Politikus PDIP Sebut Ada 3 Brutus di Ring-1 Jokowi
Koalisi Merah Putih Prabowo Siap Dukung Jokowi
Dekati Prabowo, Jurus Politik Jokowi Tepuk 2 Lalat