TEMPO.CO, Jakarta - Christian Iskandar, 38 tahun, tidak pernah menyangka hobi menyunting isi peta di aplikasi navigasi Waze bakal membuatnya masuk jajaran editor Waze dunia. Pada 2013, dia dihubungi oleh pihak Waze dan dinyatakan sebagai juara atau disebut sebagai Global Champ.
“Saya tidak merasa menjadi juara, kemungkinan besar karena banyak berkontribusi,” ujar Christian, Senin lalu, di Jakarta.
Kontribusi Christian dalam penyuntingan Waze berawal saat pertama kali menjajal aplikasi ini pada 2012. Saat itu dia mengetahui Waze dari seorang kawan.
Sekali mencoba Waze, Christian terkesan dengan petunjuk jalan yang juga menampilkan rute alternatif. Penasaran, dia pun mencari tahu lebih detail mengenai aplikasi ini. Ternyata Waze memungkinkan pengguna untuk menyunting isi peta. Informasi jalan alternatif kemungkinan berasal dari pengguna Waze lain.
Tanpa berbekal banyak pengetahuan mengenai teknologi informasi, Christian mencoba menyunting peta. Kunci menjadi editor adalah tekun membaca tutorial Waze yang ada di situs Wiki-Waze. Situs ini menampilkan seluk-beluk Waze, dari cara menyunting hingga mengatasi bug.
Pekerjaan Christian tidak berhubungan dengan teknologi informasi. Lulusan jurusan akuntansi di Bryant University, Rhode Island, Amerika Serikat, ini sehari-harinya mengelola penerbitan buku.
Tapi, menyunting peta akhirnya menjadi hobi baru bagi Christian. “Saya tidak mengejar poin tertinggi, tetapi ingin banyak berkontribusi untuk membantu pengguna jalan,” ucapnya. Dia yakin petunjuk jalan yang lengkap memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Adapun para penyunting berkumpul di forum bernama Waze Map Editor, yang anggotanya berasal dari seluruh dunia. Setiap editor memiliki level tertentu, yang dibedakan berdasarkan poin. Poin dihitung dari kontribusi serta kualifikasi penyuntingan.
Level I merupakan tingkatan terendah dan level VI yang tertinggi. Level paling dasar hanya diberikan hak mengedit dengan jarak maksimal 1 mil atau 1,6 kilometer. Sedangkan level tertinggi sudah bisa mengedit wilayah suatu negara.
Lantas, bagaimana langkah menyunting Waze? Kepada Tempo, Christian menunjukkan caranya melalui laptop. Untuk memudahkan proses, sangat dianjurkan berada di tempat dengan kondisi Internet yang kencang dan stabil.
Langkah pertama adalah mendaftar melalui situs Waze. Konsep yang dianut Waze adalah crowdsource atau setiap orang bisa bergabung. Seusai mendaftar, penyuntingan dapat langsung dilakukan. Tentunya, sebelum menyunting harus membaca terlebih dahulu berbagai langkah teknis. “Di sinilah ketekunan kita ditantang,” ujar Christian.
Editor pemula umumnya hanya mengubungkan jalan dari satu titik ke titik berikutnya. Saat menghubungkan titik, ada berbagai tanda yang harus diperhatikan. Jika muncul tanda merah, artinya jalan tersebut tidak bisa dilalui, misalnya jalan buntu.
Kesalahan terbesar editor pemula adalah tidak memperhatikan tanda yang muncul. Umumnya mereka akan langsung menyimpan hasil penyuntingan. Dua hal tersebut terjadi karena minimnya pengetahuan mereka akan Wiki Waze, yang berfungsi sebagai pemandu. Menurut Christian, agar mahir menyunting peta dibutuhkan waktu 3-4 bulan.
Selain menyunting jalan, editor dengan tingkatan lebih tinggi bisa menghapus foto yang diunggah pengguna jika tidak akurat. Foto suatu tempat haruslah menampilkan gambar yang jelas.
Saat Christian mendemonstrasikan penyuntingan, banyak ditemukan foto yang tidak jelas. Sebagai contoh, pengguna ingin memberikan informasi mengenai kantor stasiun televisi. Gambar yang muncul justru ruangan di dalamnya. “Aturannya, foto suatu tempat tidak boleh menampilkan ruangan di dalam atau interiornya,” kata dia.
Penyuntingan juga dapat dilakukan dengan memberi atau memperbaiki nama jalan. Editor Waze yang berasal dari kota-kota kecil diharapkan berkontribusi terhadap hal ini, karena informasi lengkap kebanyakan muncul pada peta kota-kota besar.
Adanya setiap perubahan pada peta harus melalui proses persetujuan dari editor dengan level yang lebih tinggi. Di sini letak kekuatan Waze yang informasinya diperoleh berdasarkan kerja sama para editor. Jika ada kesalahan, editor pun berhak memperbaiki. “Semua mata tertuju, jadi kalau ada kesalahan bisa langsung diketahui,” ucap Christian.
Sejauh ini Christian belum pernah menemukan editor yang iseng mengotak-atik peta. Jika ada informasi yang salah, umumnya disebabkan karena faktor teknis.
Pernah suatu ketika penanda jalan tol hilang secara tiba-tiba. Penyuntingan jalan tol hanya bisa dilakukan oleh editor level VI, sehingga hal ini diyakini bukan karena ulah editor usil.
Kini ada 50 orang editor Waze di seluruh Indonesia yang aktif berkontribusi menyunting peta. Latar belakangnya pun beragam, dari dokter, perwira TNI, hingga pegawai negeri. Mereka aktif berkomunikasi melalui grup chat di layanan pesan instan mobile. Christian yakin di luar jumlah tersebut masih sangat banyak editor lokal lain.
Komunitas editor aktif Waze kemudian melahirkan program MapRaid. Ini memungkinkan editor untuk memperoleh hak penyuntingan di berbagai wilayah. Para editor dapat bersama-sama menyunting dan memperbaiki peta. Rupanya, MapRaid menarik perhatian forum editor global.
Ada juga buku bertajuk Hate Traffic? So Do We (Benci Macet? Kami Juga). Buku ini diterbitkan oleh Volume Ilmu bekerja sama dengan ABMR Media. Penulisnya adalah Faris Aljuhdi dan Qisthi Alhazmi, yang merupakan anggota komunitas Waze di Indonesia. Dalam buku ini, Christian bertugas sebagai penyelia.
Ke depannya, diharapkan semakin banyak pengguna Waze yang berpartisipasi sebagai editor, “Karena masih sangat banyak tugas untuk menyunting peta Indonesia,” kata Christian.
Waze menjadi aplikasi navigasi paling populer di dunia, bersama dengan Google Maps, dan HERE Maps. Di seluruh dunia, jumlah penggunanya sudah menembus angka 100 juta.
SATWIKA MOVEMENTI