TEMPO.CO, Jakarta - Mulailah berhati-hati saat akan menerima transfusi darah. Ternyata, menurut penelitian gabungan antara Eijkman Institute for Molecular Biology dan Palang Merah Indonesia, tak semua darah bersih dari penyakit, khususnya virus hepatitis B (HBV).
"Bisa saja virus ini tak terdeteksi atau tersamar (occult HBV infection)," kata peneliti dari Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan, Yuyun Soedarmono, dalam presentasi di Eijkman Institute for Molecular Biology, Jakarta Pusat, Kamis, 16 April 2015. Dia memaparkan studi yang dilakukannya bersama tim peneliti Eijkman pada 2010.
Penyebab gagalnya deteksi tersebut, ucap Susan Irawati, peneliti dari Eijkman Institute yang juga anggota penelitian ini, adalah adanya mutasi gen S pada virus hepatitis B. Gen S ialah gen yang berada pada permukaan luar tubuh virus. Sederhananya, gen yang biasa disebut antigen (HBsAg) ini, menurut dia, berubah menjadi lebih kuat saat memasuki gen manusia.
Saking kuatnya antigen virus tersebut, Susan menjelaskan, virus ini jadi sulit dideteksi dengan metode serologi. Metode ini biasanya dapat mendeteksi virus hepatitis B dengan melihat sisi antigennya.
Studi ini mengambil sampel sebanyak 7.913 kantong darah dengan status negatif virus hepatitis B milik PMI. Peneliti dikejutkan dengan hasil pemindaian darah. "Sebanyak 33 persen dari sampel darah tersebut ternyata memiliki virus hepatitis tersamar," tutur Yuyun.
Baca Juga:
Tingginya tingkat deteksi virus tersamar ini patut menjadi perhatian. Sebab, menurut Yuyun, penularan penyakit ini mampu berujung pada penyakit hepatitis B kronis.
Virus hepatitis B termasuk salah satu masalah kesehatan global yang cukup serius. Menurut lembar fakta World Health Organization (WHO) tahun 2013, sudah ada dua miliar orang yang terinfeksi virus penyebab sirosis dan kanker hati ini. Laporan ini menunjukkan sekitar satu juta orang mati tiap tahun karena terinfeksi virus itu.
Di Indonesia, kemampuan menyerang virus ini mencapai 4-20,3 persen. "Yang rendah di bawah 2 persen," kata Yuyun. Artinya, Indonesia termasuk sebagai daerah kelas menengah dan atas untuk penyebaran infeksi virus hepatitis B.
Kemampuan menyerang virus ini di dunia memang beragam. WHO melaporkan bahwa negara-negara di kawasan Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia baru termasuk ke dalam tingkat rendah, yakni 0,1-2 persen.
AMRI MAHBUB