TEMPO.CO, Paris - Kepala Sub-Direktorat Iklim dan Cuaca Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Syamsidar Thamrin mengatakan Indonesia harus mulai berpikir menggunakan energi baru-terbarukan. Sebab, kata dia, energi berbasiskan fosil sudah mulai habis.
"Mau tak mau, siap tak siap, sumber energi baru harus dicari," ujarnya yang juga Kepala Sekretariat Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) di sela acara Konferensi Perubahan Iklim ke-21 Paris, Le Bourget Exibhition Center, Rabu, 2 Desember 2015. Hanya, menurut dia, untuk sampai ke sana butuh waktu yang panjang.
Sebelumnya, dalam pidato kenegaraan di COP21 Paris, Presiden Joko Widodo menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen pada 2030 atau 41 dengan bantuan internasional. Tapi komitmen ini diragukan banyak kalangan, mengingat Jokowi menyetujui pengadaan proyek listrik sebesar 35 gigawatt, yang 22 gigawattnya berasal dari pembangkit listrik tenaga uap batu bara.
Syamsidar meminta pihak-pihak yang kritis dengan langkah Jokowi tersebut untuk maklum. Karena, menurut dia, langkah tersebut memang harus dilakukan lebih dulu untuk memenuhi kebutuhan listrik rakyat. "Berpuluh-puluh tahun kita krisis listrik," ujarnya. Tapi, kata dia, setidaknya pemerintah telah menetapkan sumber energi baru-terbarukan sebesar 23 persen dari total energi yang akan dibangun dalam sepuluh tahun mendatang.
Mendukung Syamsidar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan pemerintah sedang mengembangkan sumber energi baru-terbarukan yang diinisasi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, di antaranya biofuel dan biomass. "Ini untuk kesiapan kita ke depan," kata Siti.
AMRI MAHBUB (PARIS)