TEMPO.CO, Los Angeles - Kemarin, Korea Utara mengklaim telah menguji bom hidrogen. Mereka menyatakan bahwa senjata itu lebih kuat daripada bom atom yang menghancurkan Nagasaki dan Hiroshima, Jepang, selama Perang Dunia II.
Namun para ahli hidrogen tak yakin apakah negara tertutup itu benar-benar membuat bom tersebut. Sebab, menurut US Geological Survei, bom hidrogen akan menyebabkan guncangan setara dengan gempa seismik bermagnitud 5,1 skala Richter. Selain itu, bom hidrogen, atau bom termonuklir, menurut banyak ahli memang sama kuatnya dengan bom atom.
"Dan, pastinya akan menyebabkan kerusakan besar di negara komunis tersebut," yang dikutip dari Live Science edisi 7 Januari 2016.
Perbedaan di antara kedua bom ini berada pada tingkat atom. Bom atom bekerja dengan pemisahan inti atom. Ketika neutron, atau partikel netral, dari atom menyebar dan memukul inti atom benda-benda terdekat. Efeknya adalah reaksi berantai yang sangat eksplosif. Kurang-lebih cara kerja bom hidrogen pula memanfaatkan rangkaian berantai atom. Hanya, bom termonuklir ini memanfaatkan uranium.
Dilihat dari sejarahnya, dua jenis bom ini memiliki dampak yang sangat dahsyat. Ledakan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki setara dengan 15-20 kiloton TNT. Sedangkan bom hidrogen yang pernah dibuat Amerika Serikat pada November 1952 setara dengan 10 ribu kiloton TNT.
Pemerintah di seluruh dunia sepakat untuk tidak melakukan uji coba nuklir sebagai senjata. Perjanjian yang ditandatangani 183 pemimpin negara ini merupakan bentuk upaya penegakan Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT) yang disepakati pada 1996. Namun Amerika Serikat tidak ikut serta meratifikasinya. Meski begitu, sejak perjanjian tersebut disepakati, Pakistan, India, dan Korea Utara telah melakukan uji coba nuklir. Perjanjian ini tampak tak efektif.
Kini, CTBT hanya memantau gelombang seismik. Ini dapat membedakan dampak antara ledakan nuklir-bom hidrogen dan gempa bumi. Stasiun pemantau CTBT pula memantau gelombang infrasonik ledakan—suara berfrekuensi rendah yang tak dapat ditangkap telinga manusia.
LIVE SCIENCE | AMRI MAHBUB