TEMPO.CO, Jakarta - CEO Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) Jamartin Sihite meminta pemerintah menegaskan komitmen mereka dalam menghentikan perdagangan satwa liar, terutama melihat bagaimana dua ekor orangutan, Puspa dan Moza, bisa lolos diperdagangkan lewat jalur komersial.
Keduanya diterbangkan oleh pedagang ilegal ke Kuwait melewati Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Juli tahun lalu. “Harus diperhatikan bagaimana proses pemantauan, pengecekan, dan penegakan hukumnya hingga orangutan dan mungkin banyak satwa liar lain bisa ke luar negeri melalui jalur umum?” kata Jamartin di Jakarta pada Selasa, 9 Februari 2016.
Menurut dia, perlu diambil tindakan preventif dan represif. Perlu ada perlindungan di kawasan prioritas, yang melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), Kepolisian, Kejaksaan, Karantina, dan Bea Cukai. Meski akhirnya orangutan ini berhasil dikembalikan ke Tanah Air, Jamatin tak mau kejadian serupa terulang lagi. Titik-titik jalur perdagangan ilegal yang kerap digunakan pun harus ditutup aksesnya.
Permintaan akan satwa langka semacam orangutan akan terus meningkat; dan para pelakunya pun tak takut akan ancaman hukuman yang menanti mereka. Bila tak tegas menindak, para pedagang ilegal ini tentu dengan senang hati mengulang perbuatan mereka.
Besok, tujuh orangutan yang berhasil dievakuasi ini akan mulai dikembalikan ke pulau asal mereka. Beberapa yang lain akan dikirim ke pusat rehabilitasi terlebih dulu, sebelum dilepasliarkan.
“Berdasarkan tes DNA, ada yang berasal dari Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) dan ada yang dari Sumatera (Pongo abelii),” kata Ian Singleton, Direktur Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) di Jakarta pada Selasa, 9 Februari 2016. Selama ini, ketujuh orangutan tersebut dirawat di fasilitas karantina Taman Safari Indonesia di Cisarua, Bogor.
Satu-satunya orangutan yang berasal Sumatera, betina bernama Puspa, akan diserahterimakan ke Sumatra Orangutan Conservation Programme (SOCP), yang berpusat di Medan. Di sana, ia akan diperiksa kembali kesehatannya, lalu dibiasakan berinteraksi dengan orangutan lain di sana. Menurut Ian, setelah dipastikan sehat dan siap, ia baru akan dilepaskan di lokasi sekitar Jambi atau Aceh.
Tindakan serupa akan diambil untuk enam orangutan lain. Setelah pelepasan, mereka diharapkan dapat membantu menambah jumlah populasi liar di alam bebas yang saat ini jumlahnya terus berkurang. Saat ini, diperkirakan hanya ada sekitar 6.600 orangutan yang tersisa di Sumatera, dan 54.500 di Kalimantan. Karena itu, orangutan Sumatera terdaftar sebagai sangat terancam punah; sedangkan orangutan Kalimantan sebagai terancam punah, dalam daftar merah spesies terancam International Union for Conservation of Nature (IUCN).
URSULA FLORENE