TEMPO.CO, Antofagasta - Sekilas pandang, ruang kosong yang memisahkan satu galaksi atau bintang dengan yang lainnya tampak sangat gelap. Memang, dengan mata telanjang ataupun teleskop bintang biasa, mustahil untuk mengetahui keberadaan latar belakang cahaya inframerah kosmik (CIB) yang sebenarnya "menari-nari" di ruang kosong tersebut.
Teleskop Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) yang berlokasi di Antofagasta, Cile, adalah salah satu yang berhasil menangkap CIB. “Kami juga berhasil mengungkap sumber latar inframerah ini,” kata Seiji Fujimoto, ketua tim peneliti dari Universitas Tokyo, seperti dilansir dari Eureka Alert.
Keberadaan CIB sebenarnya sudah terdeteksi sejak abad ke-19. Namun gelombang CIB sangat lemah, dengan panjang gelombang sangat pendek, kurang dari 1 milimeter. Saat itu, belum ada teleskop dengan sensitivitas dan resolusi tinggi untuk merekam spektrum elektromagnetiknya. ALMA menegasikan semua kekurangan tersebut.
Fujimoto dan timnya mempelajari data CIB dari pengamatan selama 900 hari. Dari pengamatan tersebut, mereka menemukan 133 obyek buram. Salah satunya lima kali lebih kabur ketimbang yang lainnya. Ternyata, sinar inframerah tersebut berasal dari emisi energi obyek-obyek yang sebelumnya luput dari pengamatan.
Salah satu alasan mengapa obyek ini begitu kabur dan sulit ditemukan adalah karena banyaknya debu kosmik yang menyelimuti. Debu-debu ini mengisap sinar optik dan inframerah, lalu mengirim kembali energi tersebut ke luar, dalam gelombang yang lebih panjang. Gelombang inilah yang kemudian tertangkap oleh ALMA.
Selanjutnya, tim menggabungkan data dari ALMA dengan hasil pengamatan Teleskop Hubble dan Subaru. Penelusuran hasil gambar optik dan inframerah ini membuktikan 60 persen emisi energi ini merupakan pantulan dari galaksi debu tersebut.
“Kami masih belum mengerti tentang asal muasal 40 persen lagi,” kata Masami Ouichi, profesor astronomi Universitas Tokyo yang mendampingi Fujimoto. Ia memperkirakan galaksi lain dengan massa lebih kecil, tapi dengan debu yang luar biasa banyak, mungkin bertanggung jawab atas gelombang energi tersebut.
Temuan ini sekaligus membantah teori sebelumnya, yang menyatakan besar kecilnya suatu gugusan tata surya berbanding lurus dengan jumlah debu yang dikandungnya. Ouichi menduga masih ada banyak obyek lain di luar nalar manusia, yang menunggu untuk diungkap lebih lanjut.
Ia dan Fujimoto akan terus mengamati 40 persen cahaya inframerah yang belum diketahui sumbernya. “Kami yakin bisa mengungkap galaksi lain yang unik,” ujarnya.
Secara terpisah, astronom David Clements dari Departemen Astrofisika Imperial College London menyebut fakta yang diungkap Fujimoto dan timnya sebagai sesuatu yang sangat mengejutkan. Ia sendiri sebenarnya sudah melakukan pengamatan terhadap CIB, dengan data yang dikumpulkan lewat Teleskop Herschel.
Berbeda dengan ALMA, Herschel memiliki daya tangkap gelombang yang lebih pendek. “Kami kira sudah mendapatkan pengertian yang cukup,” katanya.
Sama dengan Fujimoto, Clements menduga CIB juga berasal dari galaksi yang terselubung debu. “Namun bukan galaksi kecil, melainkan galaksi berukuran raksasa,” katanya.
Selain CIB, emisi energi kosmik dapat muncul dalam bentuk gelombang mikro (CMB) atau gelombang optik (COB). Keduanya sudah terlebih dulu berhasil diungkap sumbernya. CMB merupakan gas panas yang dihasilkan oleh ledakan besar (big bang), sedangkan COB berasal dari bintang dalam jumlah banyak.
DAILY MAIL | EUREKA ALERT | ALMA OBSERVATORY | URSULA FLORENE