TEMPO.CO, Jakarta - Air merupakan kunci kehidupan. Ironisnya, hampir 10 persen total populasi dunia—sekitar 650 juta orang—justru kesulitan mendapatkan air bersih. Laporan yang dirilis WaterAid, lembaga nirlaba Inggris, saat memperingati Hari Air Sedunia pada 22 Maret lalu, menyebutkan sulitnya mendapatkan air bersih yang layak dan murah menjadi masalah utama untuk mengentaskan kemiskinan dan wabah penyakit.
Studi WaterAid menunjukkan Papua Nugini memiliki persentase penduduk tanpa air bersih tertinggi. Ada 4,5 juta orang atau 60 persen warga negara tetangga Indonesia itu terpaksa hidup tanpa akses air bersih, seperti keran publik, sumur, penampungan air hujan, atau saluran air dalam pipa ke permukiman. Guinea Ekuator, Angola, Chad, dan Mozambik—semua di Benua Afrika–mengisi daftar di urutan berikutnya.
Akibat tak tersedianya air bersih, risiko gangguan kesehatan hingga potensi kelahiran prematur dapat meningkat. India menjadi negara dengan penduduk terbanyak yang tak bisa mengakses air bersih. WaterAid menyebutkan hampir 76 juta warga India hidup dengan pasokan air seadanya.
Indonesia ternyata juga masuk daftar tersebut. Berada di peringkat keenam dari sepuluh negara, ada sekitar 32 juta orang di Indonesia hidup tanpa air bersih.
Menurut Henry Northover, pembuat kebijakan di WaterAid, krisis air dan sanitasi global bukan akibat suplai terbatas. “Ini bukan masalah kelangkaan, ini masalah pendistribusian,” kata Henry seperti ditulis The Guardian. Northover menyatakan masalah distribusi air ini semestinya bisa diselesaikan melalui kebijakan pemerintah. “Badan internasional harus mendukung mereka,” ujarnya.
WATERAID | UN.ORG | UNICEF | THE GUADIAN | THE INDEPENDENT | IBTIMES | GABRIEL WAHYU TITIYOGA