TEMPO.CO, Surabaya - Pusat Pengembangan dan Riset Sel Punca atau Stem Cell Research and Development Centre Universitas Airlangga (Unair) tengah menyempurnakan aplikasi sel punca bagi penyandang diabetes. Penyempurnaan terapi dilakukan agar mendapatkan rumusan evidence based.
“Saat ini sudah ada sekitar 100 orang yang menjalani terapi stem cell untuk diabetes saja,” kata dokter konsultan endokrin metabolik RSUD Dr Soetomo sekaligus peneliti, Sony Wibisono saat ditemui di Institute of Tropical Disease Unair, Surabaya, Senin, 18 April 2016.
Sony menjelaskan, diabetes mellitus memiliki dua tipe, yakni DM tipe I dan tipe II. Berdasarkan penelitiannya, terapi pada tipe II lebih banyak mengalami keberhasilan. "Sel punca bekerja dengan cara memperbaiki kinerja kelenjar pankreas dan insulin yang kurang baik," katanya.
Sel punca, kata Sony, memulihkan kerja pankreas dan hormon insulin seseorang. Namun, persentase keberhasilan bergantung pada kemampuan sel-sel punca yang dimasukkan. “Bergantung apakah usianya tidak terlalu tua dan alat bisa masuk mendekati pankreas,” ujar dia.
Dokter spesialis penyakit dalam itu menambahkan, peminat terapi sel punca untuk diabetes sangat tinggi. Bahkan daftar antrian pasien mencapai Januari 2017. Unair berhati-hati dalam membiakkan sel punca. Selain itu, proses sel punca seorang pasien hanya dapat dilakukan dalam satu laboratorium saja.
Tim Unair dan RSUD Dr Soetomo, kata Sony, tak bisa sembarangan menerapkan terapi. Calon pasien wajib menjalani serangkaian tes kelayakan. Pertama, calon pasien dievaluasi berdasarkan kepatuhan menjalani pengobatan diabetes secara konvensional. “Kalau pengobatan yang dianjurkan sudah dilakukan optimal, lalu kita lihat ada potensi untuk dikoreksi tidak,” kata dia.
Selanjutnya jika memenuhi syarat, sel dari jaringan lemak di bawah perut pasien akan diambil. Selama tiga minggu, sel punca dibiakkan sehingga mencapai jumlah yang diperlukan dan sesuai berat badan. “Nanti hasil sel punca dimasukkan melalui pembuluh darah vena dan arteri dengan proses kateterisasi mendekati pankreas,” tuturnya. Selama beberapa bulan ke depan, ia harus menjalani proses pengawasan.
Namun Sony menegaskan, terapi sel punca tidak menyembuhkan diabetes 100 persen. Sebab, terapi dimaksudkan agar pasien mengonsumsi sedikit obat, bukan membebaskannya dari ketergantungan obat. Jadi, kata Sony, pasien yang semula memakai cairan insulin dan meminum obat empat macam, menjadi satu macam obat saja. “Belum bisa melepas obat,”ujarnya.
Terapi sel punca yang dikembangkan Unair dan RSUD Dr Soetomo masih berada pada tahapan translasional. Mereka mengaku menyempurnakan terapi tersebut agar daapt menjadi acuan pada tahapan evidence based. “Jika sudah ada rumusan yang baku, baru kita namai pelayanan,” ujar senior advisor di Pusat Pengembangan dan Riset Stem Cell Unair, Profesor Fedik Abdul Rantam.
Sejak 2009, kata dia, terapi sel punca sudah diaplikasikan kepada 500 pasien. Beragam penyakit dapat diterapi, mulai diabetes, stroke, kardiovaskuler, kanker, patah tulang, osteoarthritis, sampai cerebral palcy. Dalam waktu dekat, Pusat Stem Cell Unair menandatangani kerja sama dengan PT Phapros untuk membangun laboratorium dasar pengembangan sel punca.
ARTIKA RACHMI FARMITA