TEMPO.CO, Bogor - Indonesia mendapat dana hibah untuk konservasi Dugong. Dana tersebut berasal dari beberapa lembaga nonprofit, yakni Global Environment Facility (GEF), United Nations Environment Programme (UNEP), The Convention on the Conservation of Migratory Species of Wild Animals (CMS), dan Mohamed bin Zayed Species Conservation Fund.
Dana gabungan tersebut berjumlah US$ 829.353,2 atau sebesar Rp 11 miliar untuk digunakan dalam program Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) selama tiga tahun. Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Dermawan mengatakan upaya konservasi ini tak hanya dilakukan oleh pemerintah.
“Kami bekerja sama dengan universitas dan lembaga swadaya masyarakat,” katanya seusai Simposium Nasional Dugong dan Habitat Lamun 2016 di IPB International Convention Center, Bogor, Rabu, 20 April 2016.
DSCP adalah program regional yang dilaksanakan di tujuh negara. Selain Indonesia, ada enam negara lain, yakni Malaysia, Sri Lanka, Mozambik, Madagaskar, Timor Leste, dan Vanuatu.
Padang lamun dan Dugong tak bisa dipisahkan dalam sebuah ekosistem. Lamun adalah tumbuhan yang menjadi makanan dugong. Berbeda dengan rumput laut, lamun diibaratkan ilalang yang ada di laut.
Kerusakan padang lamun sangat mengancam kehidupan dugong. Luas padang lamun di Indonesia diperkirakan mencapai 3 ribu kilometer persegi. Namun baru 25.752 hektare yang tervalidasi di 29 lokasi di Indonesia.
Peneliti dugong dan padang lamun dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Wawan Kiswara, mengatakan hingga saat ini jumlah dugong di perairan Indonesia masih belum dapat dipastikan. “Survei dan kajian masih terbatas, sedangkan kasus dugong terdampar sudah banyak terjadi di pesisir Nusantara,” katanya.
TRI ARTINING PUTRI