TEMPO.CO, Denpasar - Kerangka manusia yang ditemukan pada Kamis, 14 April 2016, dan sempat menghebohkan warga Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, diduga berasal dari era sebelum Hindu masuk ke Bali. Tim dari Balai Arkeologi Denpasar sampai pada spekulasi tersebut setelah melakukan tinjauan awal pada Senin, 18 April 2016.
Sebelumnya, pihak kepolisian menduga kerangka tersebut merupakan korban pembantaian massal G30S 1965. "Tapi, setelah diperiksa kepolisian, ternyata bukan. Barulah tim kami terjun ke lokasi," kata Kepala Balai Arkeologi Denpasar I Gusti Made Suarbhawa saat dihubungi, Senin, 25 April 2016.
Menurut Suarbhawa, kerangka yang ditemukan adalah bagian rahang, lengan kanan atas, dan tengkorak yang sudah pecah. Selain kerangka, dia dan tim menemukan bekal kubur fragmen kreweng terajala (gerabah) dalam lapisan yang sama. "Kerangka dan gerabah saling berasosiasi," ujarnya.
Ketebalan gerabah kreweng terajala, Suarbhawa menjelaskan, cukup bervariasi. "Konteks kebudayaan kerangka ini diduga dari zaman perundagian, kira-kira tahun 275 sebelum Masehi," katanya. Artinya, itu terpaut 8 abad sebelum berdirinya kerajaan Hindu pertama di Pulau Dewata.
Pada masa sebelum Masehi, Suarbhawa bercerita, lokasi temuan merupakan jalur pelayaran internasional. Mengutip dari berbagai catatan sejarah, tidak sedikit manusia pada zaman tersebut yang bermukim di lokasi temuan kerangka. "Tidak tertutup kemungkinan lokasi temuan kerangka merupakan nekropolis (pemakaman) seperti di kawasan Gilimanuk atau pesisir Bali bagian barat," tuturnya.
Namun, hingga saat ini, Balai Arkeologi Denpasar masih menunggu keputusan dari masyarakat adat setempat untuk bisa menggali lokasi temuan kerangka. Musababnya, lokasi kerangka berada di dalam kawasan suci Pura Pulaki," ujarnya. "Yang terpenting, kerangka dijaga kepolisian dan prajuru desa setempat."
BRAM SETIAWAN