TEMPO.CO, Jakarta - Ledakan reaktor nuklir di Chernobyl, Ukraina, 26 April 1986, memicu bencana kontaminasi zat radioaktif yang meluas hingga Belarus, sebagian wilayah Rusia, hingga Eropa. Ini adalah bencana reaktor nuklir terparah dalam sejarah manusia. Meski pernah mendapatkan pengalaman buruk akibat nuklir, Belarus kini siap mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Ledakan reaktor itu membuat lebih dari 145 ribu kilometer persegi di Ukraina, Belarus, dan Rusia tercemar radionuklida. Sebanyak 17 negara Eropa pun terkena dampaknya. Lebih dari 150 ribu warga desa, dalam radius 30 kilometer dari PLTN Chernobyl, yang dibangun di era Uni Soviet, diungsikan.
Andrei Trusov, Atase Media Kedutaan Besar Republik Belarus mengatakan bencana Chernobyl masih menyisakan “mimpi buruk” bagi warga di sana. Namun kebutuhan energi yang besar membuat pemerintah Belarus memutuskan membangun PLTN. “Kami mulai membangun 5 tahun lalu dan siap beroperasi pada 2018,” kata Trusov dalam diskusi peringatan 30 tahun bencana Chernobyl di kantor Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta, Selasa, 26 April.
PLTN, yang akan dioperasikan di Belarus, menggunakan teknologi reaktor terbaru generasi 3+ yang menggunakan sistem keamanan berlapis. Fasilitas ini dibangun di barat laut Belarus. “Kapasitasnya mencapai 2.400 megawatt,” kata Trusov.
Trusov mengatakan pembangkit tenaga nuklir adalah penyedia energi yang efektif dan efisien. Belarus, menurut Trusov, sudah mempertimbangkan faktor keamanan berdasarkan pengalaman dari tragedi Chernobyl dan bencana nuklir yang terjadi di Fukushima, Jepang, 5 tahun lalu. “Energi nuklir adalah prioritas bagi kami,” katanya.
Pembangunan pembangkit itu menghabiskan biaya US$ 9 miliar, termasuk US$ 3 miliar untuk konstruksi kota pendukung yang akan menjadi tempat tinggal para pegawai PLTN. “Memang butuh investasi besar untuk pembangunan PLTN, tapi hasil yang didapat dari produksi energi bisa lebih baik,” tutur Trusov.
Dimas Irawan, Kepala Bidang Diseminasi dari Pusat Diseminasi dan Kemitraan Bantan, mengatakan Belarus mengambil langkah yang sangat berani untuk membangun PLTN. “Belarus mendapat dampak parah dari Chernobyl, tapi kebutuhan energi membuat mereka berani memutuskan membangun PLTN,” ucapnya.
Menurut Dimas, fasilitas reaktor nuklir dan PLTN memiliki sistem keamanan yang sangat ketat. Indonesia memiliki tiga reaktor nuklir untuk riset dan produksi radioisotope, yaitu Triga Mark II di Bandung, Kartini di Yogyakarta, dan G.A. Siwabessy di Serpong, Tangerang Selatan. “Sudah lebih dari 50 tahun reaktor nuklir beroperasi di Indonesia,” tutur Dimas.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA