TEMPO.CO, London - Asal-usul pola totol-totol pada tubuh macan tutul selama ini merupakan misteri. Banyak ilmuwan tidak mengetahui bagaimana pola tersebut hanya muncul pada macan tutul.
Alan Turing adalah orang pertama yang mencoba menguak misteri pola totol-totol pada macan tutul. Turing adalah ilmuwan yang berhasil memecahkan kode Enigma Nazi, membantu mengakhiri Perang Dunia II, dan diakui sebagai Bapak Ilmu Komputer. Dia penasaran ingin memecahkan teka-teki alam paling misterius, yakni bagaimana macan tutul mendapatkan pola totol-totol pada tubuhnya.
Pada 1952, Turing menuliskan teorinya dalam makalah yang berjudul “The Chemical Basis of Morphogenesis”. Menurut dia, pola garis dan totol pada hewan disebabkan oleh interaksi dari sepasang bahan kimia yang disebut sebagai morfogen.
Dalam teorinya, Turing menyatakan salah satu bahan kimia memicu aktivitas sel, sedangkan bahan kimia yang lain menghalanginya. Cara kedua, jenis bahan kimia tersebut berinteraksi dan akan menentukan sel mana yang tumbuh serta menciptakan pola tertentu pada tubuh macan tutul.
Lantas, 60 tahun kemudian, para ilmuwan telah menemukan bahwa teori Turing tentang pola berulang pada macan tutul terbukti sepenuhnya benar. Mereka berhasil membuktikan teori Turing dengan menggunakan simulasi komputer, yang mampu menemukan bahan kimia yang berperan dalam aktivasi pembentukan pola totol-totol.
Para ilmuwan dari King's College London, Inggris, menemukan bahwa interaksi di antara dua morfogen bernama Fibroblast Growth Factor dan Sonic Hedgehog menentukan pola kerutan pada mulut tikus. Penentuan pola kerutan pada mulut tikus ini juga pernah dibahas Turing.
Teori yang sama ternyata berlaku untuk pembentukan pola garis-garis dan bintik-bintik pada kucing besar, jumlah rambut pada lalat buah, atau jumlah ulir pada daun.
Salah seorang peneliti, Jeremy Green, dari Pusat Pengembangan Biologi Sel mengatakan penemuan tersebut dapat mempercepat kemajuan terapi sel punca generasi selanjutnya melalui demonstrasi pembuatan struktur kompleks, seperti organ, di laboratorium. "Ada beberapa teori tentang bagaimana pola di alam terbentuk, tapi sampai sekarang hanya ada bukti untuk mekanisme Turing," katanya.
Green mempelajari cara kedua bahan kimia tersebut bereaksi. "Ibaratnya, kami sudah tahu bagaimana performa sebuah mobil. Tapi sekarang kami harus melihat apa yang terjadi di bawah kap mesin mobil itu," ujarnya. Penelitian Green dan rekan sejawatnya diterbitkan dalam jurnal Nature Genetics.
Dia mengatakan penelitian tersebut menunjukkan identifikasi eksperimental pertama tentang sistem pemicu dan penghambat yang menentukan pola kerutan pada langit-langit mulut tikus. Menurut Green, hitungan matematis di balik teori Turing terlihat jauh lebih sederhana, sedangkan proses biologis di laboratorium berjalan sangat rumit. "Turing adalah seorang Inggris jenius," ucapnya.
Turing, seorang pakar matematika yang seharusnya berusia 100 tahun pada Juni mendatang, dihukum pemerintah Kerajaan Inggris setelah merampungkan penulisan teorinya akibat dituding sebagai homoseksual. Dua tahun kemudian, ilmuwan tersebut meninggal secara tragis karena bunuh diri dengan makan sebuah apel yang dicelupkan ke dalam cairan sianida.
NATURE GENETICS | AMRI MAHBUB