TEMPO.CO, Bandung - Tim dokter hewan gabungan selesai mengotopsi atau nekropsi tubuh gajah Yani, satwa koleksi Kebun Binatang Bandung yang mati pada Rabu malam, 11 Mei 2016. Nekropsi dilakukan hari ini di belakang kandang gajah, lokasi Yani dibiarkan sekarat selama satu minggu di dalam tenda biru.
"Nekropsi dimulai pukul 09.00 dan selesai pukul 11.00. Lebih cepat dari perkiraan kami. Biasanya tiga jam," kata Srimuji Artiningsih, Kepala Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, saat konferensi pers di Kebun Binatang Bandung di Jalan Tamansari, Kota Bandung, Kamis, 11 Mei 2016.
Srimuji mengatakan proses nekropsi yang dipimpin dokter hewan dari Taman Safari Indonesia, Yohana Tri Hastuti, itu dilakukan oleh sembilan dokter hewan dan tiga paramedis. Diagnosis sementara, gajah Yani diduga mati karena menderita radang paru-paru. Kesimpulan tersebut diambil karena tim dokter hewan gabungan menemukan perubahan-perubahan bentuk dan warna pada beberapa organ dalam gajah Yani.
"Perubahan ada pada paru-paru, limpa, dan organ hati. Limpa ada bintil-bintil dan di hati juga ada peradangan, mungkin itu penyebab kematiannya," ucapnya.
Penyebab kematian gajah Yani yang paling akurat baru bisa dipastikan tiga bulan ke depan setelah hasil tes darah oleh tim Laboratorium Balai Veteriner Subang Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan Cikole selesai. "Kita merujuk juga pada laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor," tutur Srimuji.
Di tempat yang sama, Yohana Tri Hastuti menjelaskan, radang paru-paru merupakan penyakit umum pada gajah. "Tidak hanya gajah, tapi hewan besar lainnya juga umum menderita radang paru-paru. Gejala awal biasanya batuk-batuk berdahak dan berat badan turun sampai kurus," ucapnya.
PUTRA PRIMA PERDANA