TEMPO.CO, IOWA – Peneliti di Luther College, Iowa, mengungkapkan memaafkan diri sendiri dan orang lain bisa melindungi seseorang dari stres dan sangat dibutuhkan untuk kesehatan mental. Peneliti mencoba melihat pengaruh stres jangka panjang pada kesehatan mental seorang pemaaf dan tidak.
Penelitian tersebut dilakukan terhadap 148 orang usia produktif. Para partisipan diminta mengisi kuesioner yang menilai tingkat stres, kecenderungan memaafkan, kesehatan mental, dan fisik.
Hasilnya sesuai dengan tebakan peneliti, orang dengan tekanan stres lebih panjang memiliki mental dan fisik yang lebih buruk. Peneliti juga menemukan orang yang punya kecenderungan tinggi memaafkan dirinya dan orang lain otomatis memutus hubungan stres dan penyakit mental.
“Hampir terhapus kemungkinannya, secara statistik nol,” kata Loren Toussaint, profesor psikologi dari Luther College, Iowa. Toussaint mengatakan orang yang tak punya kecenderungan memaafkan tak punya pelindung dari stres.
Peneliti belum bisa menjelaskan secara ilmiah bagaimana kecenderungan memaafkan bisa melindungi seseorang dari stres. Mereka menduga orang yang punya kecenderungan memaafkan punya kemampuan lebih dalam mengatasi stres. “Atau reaksi mereka terhadap penyebab stres berat sudah lebih tumpul,” kata dia.
Partisipan dalam penelitian ini masih sangat kecil dan butuh penelitian lebih lanjut untuk mengetahui manfaat dari memaafkan. Tapi Toussaint percaya 100 persen hal itu bisa dipelajari. Ia mengatakan, orang pasti ingin merasa baik, dan memaafkan membuat seseorang melakukan hal baik.
TIME | TRI ARTINING PUTRI