TEMPO.CO, Jakarta - Choon Hong Chee, Director Asia Consumer Business Norton by Symantec, mengatakan bahwa serangan kejahatan cyber semakin mengkhawatirkan. Jika kurang waspada, kerugian yang dialami korban, baik perusahaan maupun individu, bisa mencapai ratusan bahkan jutaan dolar.
Salah satu program jahat yang kini terus bergentayangan dan siap menginfeksi setiap komputer adalah ransomware. Cara kerja ransomware adalah dengan melumpuhkan berbagai fungsi komputer, seperti mengunci keyboard dan mouse sehingga tak bisa digunakan. Hanya tuts angka saja yang bisa dipakai.
Selanjutnya, di layar monitor akan keluar peringatan yang seolah dari pihak keamanan cyber. Biasanya, pesan tersebut menyatakan bahwa komputer yang sedang digunakan mengakses konten ilegal dan untuk mengaktifkan kembali fungsi komputer sang korban diminta untuk membayar uang tebusan.
“Persis seperti penjahat yang menyandera korban dan meminta uang tebusan untuk melepaskan sandera tersebut,” kata Chee dalam acara jumpa pers di Jakarta, Kamis, 21 Juli 2016. “Bila tebusan itu dibayarkan, maka penjahat cyber lain mengikuti jejak itu.”
Angka infeksi ransomware terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2015, angka itu mencapai rekor dengan ditemukan 100 kelompok ransomware. Uang tebusan yang diminta pun melonjak. Kini para penjahat cyber itu meminta uang tebusan hingga US$ 679 dari US$ 294 pada tahun lalu.
Sektor jasa yang paling banyak diserang ransomware. Persentasenya mencapai 38 persen secara global. Sektor bisnis lain yang terpengaruh adalah manufaktur sebesar 17 persen. Sektor keuangan, suransi, dan properti sebesar 10 persen. Sedangkan administrasi publik sebesar 10 persen.
Hasil penelitian yang dilakukan Norton by Symantec pada Januari 2015 hingga April 2016 menyebutkan dalam beberapa tahun terakhir ransomware telah berevolusi dalam berbagai bentuk. “Dari misleading app alias aplikasi palsu pada 2005-2009, hingga crypto ransomware pada 2014-2015,” ucap Chee.
Ransomware juga pernah ditemukan dalam bentuk fake AV alias antivirus palsu pada 2010-2011 dan locker ransomware pada 2012-2013. Misleading app dan fake AV masih bisa disembuhkan. Tapi ketika berubah bentuk menjadi crypto ransomware sulit untuk diperbaiki dan mulai diminta uang tebusan.
Antara Januari 2015 hingga April 2016, Amerika Serikat merupakan kawasan paling banyak diserang ransomware dengan persentase 31 persen dari serangan global. Adapun 10 negara lain yang terkenas serangan antara lain Italia, Jepang, Belanda, Jerman, Inggris, Kanada, Belgia, India, dan Australia.
Untuk kawasan Asia-Pasifik, Jepang menjadi negara paling banyak diserang ransomware diikuti India dan Australia. Sedangkan Indonesia menempati peringkat ke-13 dengan jumlah serangan ransomware 14 kali dalam sehari. “Kelihatannya kecil tapi potensi kerugiannya sangat besar,” ucap Chee.
Ke depannya, serangan ransomware ini tak hanya menginfeksi komputer desktop melainkan juga perangkat bergerak, seperti ponsel pintar dan tablet, serta perangkat siap pakai atau wearable gadgets. “Pada akhir tahun ini trennya akan ke arah perangkat siap pakai dan Internet of Things. Kami di Norton akan merilis solusi baru,” kata Chee.
Agar terhindar dari serangan ransomware, Chee memberikan beberapa tip sederhana yang bisa dilakukan oleh siapa saja. “Pertama gunakan passwords yang sulit ditebak,” katanya. Lalu, jangan keburu-buru ketika mengklik sebuah tautan. “Pelajari terlebih dahulu.”
Tip ketiga adalah lindungi semua perangkat yang digunakan. Keempat, waspada terhadap taktik para penjahat cyber yang mengikutkan ransomware ke dalam program tak jelas. “Terakhir, amankan setiap data yang Anda miliki,” kata Chee.
FIRMAN