TEMPO.CO, Jakarta - Pokemon GO menjadi permainan augmented-reality terpanas dalam dua bulan terakhir. Namun masih terasa ada kekuranganya: belum realistis.
Sekelompok mahasiswa doktoral dari Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat, membuat teknologi gabungan antara ilmu komputer dan teknik pencitraan terbaru. Tujuannya agar permainan augmented-reality seperti Pokemon GO tampak lebih hidup.
Baca Juga:
Gabungan pengembangan dua teknologi tersebut bisa membuat karakter imajiner tampak berinteraksi dengan benda-benda nyata. Teknologi baru yang disebut Interactive Dynamic Video (IDV) itu mengambil gambar dari benda nyata dan membuat model 3D yang dapat berinteraksi dengan objek tersebut.
“Alih-alih menciptakan realitas campuran seperti halnya Pokemon GO, teknologi IDV malah membuat karakter imajiner tak hanya muncul di dunia nyata, tapi juga dapat melakukan hal yang dilakukan manusia, misalnya menyentuh pohon,” kata Abe Davis, ilmuwan komputer dari Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory MIT, seperti dirilis di Live Science awal bulan ini. Studinya ini merupakan disertasi doktoral bersama Justin Chen dan Fredo Durand.
Selama ini, menurut Davis, yang menjadi masalah dari penggabungan karakter imajiner 3D dan dunia nyata adalah terlalu banyak komponen digital yang harus diolah. Lagipula, proses tersebut akan menjadi sangat mahal dan prosesnya cukup panjang. Teknologi IDV merupakan jawaban dari kesulitan tersebut.
Davis bahkan cukup terkejut dengan hasil kerjanya sendiri ketika mencoba IDV untuk pertama kali. “Saya tak mengira hasilnya akan sebaik ini,” ujarnya.
Sama seperti Pokemon GO, IDV memanfaatkan kamera telepon seluler untuk menggabungkan dunia nyata dan karakter 3D. Bedanya, menurut Davis, obyek nyata yang tampak di layar akan tampak bergerak kalau karakter imajiner menyentuhnya.
Agar bisa seperti itu, Davis dan tim memasukkan semua model gerakan benda dunia nyata ke dalam sistem IDV, termasuk gerakan setiap obyek saat diam. Lalu mengolahnya ke dalam bahasa program dan algoritma yang mereka rancang.
Dalam sebuah video eksperimen yang juga dirilis di Live Science, Davis menggunakan teknologi baru ini untuk beberapa obyek, seperti jembatan, gymnasium, dan ukulele. Saat mengklik tetikus laptopnya, ia mampu mendorong dan menarik obyek dunia nyata tersebut ke arah yang berbeda. Dalam video tersebut, dia juga membuat benda-benda tersebut seolah-olah bergerak secara alami.
“Tapi gerakan alami saja tidak cukup. Untuk membuatnya lebih nyata, Anda juga harus bisa menampilkan dampak obyek yang bergerak tersebut terhadap benda di sekitarnya,” Chen menambahkan, seperti dikutip dari laman situs resmi mereka, Interactivedynamicvideo.com.
Selain dalam dunia permainan augmented-reality, Davis dan timnya mengklaim, teknologi terbaru ini memiliki banyak potensi dalam dunia rekayasa teknologi. Misalnya, membantu membuat karakter dalam penggarapan film animasi realita.
“IDV memungkinkan kita untuk mengembangkan model 3D ke arah yang lebih interaktif dan nyata dengan metode yang mudah, tak seperti komputer grafis yang sangat rumit,” ujar Doug James, pakar ilmu komputer dari Stanford University di California, yang tak tergabung dalam penelitian. Menurut dia, Davis dan rekan-rekannya berhasil mengubah grafis komputer yang rumit menjadi sederhana dan lebih cerdas dalam mengekstrak dinamika augmented-reality.
Tak hanya permainan dan film, James mengatakan, insinyur sipil pun bisa menggunakan ini untuk merancang simulasi struktur jembatan. “Khususnya terhadap angin kencang maupun gempa bumi. Gambar akan tampak sangat nyata,” ucapnya. “Bisa memprediksi potensi bencana dalam suatu bangunan.”
Meski begitu, teknologi baru pastinya masih memiliki keterbatasan. Salah satunya ialah tidak dapat menangani obyek yang muncul terlalu banyak, misalnya orang berjalan. Selain itu, masih ada banyak rintangan teknis sebelum bisa menerapkannya ke kamera ponsel pintar.
“Yang potensi getarannya akan lebih besar karena hanya dipegang oleh tangan, bukan benda yang memiliki dudukan solid seperti tripod,” kata Davis. Dalam hal proses video pun terbilang masih memakan waktu. Namun, setidaknya, apa yang mereka lakukan sudah mendekati layak agar bisa lebih menghidupkan karakter imajinasi 3D.
LIVE SCIENCE | INTERACTIVE DYNAMIC VIDEO | AMRI M