TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah tengah menyiapkan sistem peringatan dini bencana yang terintegrasi. Menurut Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dody Ruswandi, saat ini, sistem peringatan dini yang bekerja masih di masing-masing lembaga, seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika serta Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
"Itu perlu karena nature negara kita besar sekali," kata Dody di sela acara World Tsunami Awareness Day 2016 di Jakarta, Kamis, 15 Desember 2016. Sistem yang terintegrasi, ucap dia, akan membuat informasi kebencanaan makin efisien. Di sisi lain, penyatuan tersebut juga merupakan amanat undang-undang.
Dody menuturkan penyatuan sistem peringatan tidak menghilangkan fungsi peringatan dini yang sudah ada di tiap-tiap lembaga. Nantinya, sistem atau alat peringatan yang sudah ada di lapangan tetap akan dipakai dan yang belum ada bakal ditingkatkan.
Sistem terintegrasi yang akan diterapkan itu diberi nama multihazard early warning system. Dengan kemajuan teknologi saat ini, kata Dody, informasi seputar kebencanaan memungkinkan diterapkan di aplikasi telepon seluler. "Kalau dulu pakai kentongan, sekarang sirene, nanti bisa pakai handphone," ujarnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan saat ini masyarakat Indonesia sudah sadar akan bahaya bencana alam, khususnya tsunami. Belajar dari pengalaman gempa dan tsunami di Aceh pada 2004, Kalla menilai sistem peringatan dini sudah berjalan. "Sekarang, kalau ada gempa, warga (pesisir) lari ke atas (dataran tinggi)," ucapnya dalam acara World Tsunami Awareness Day.
Bahkan, secara tradisi, kata Kalla, warga di Pulau Simeulue, Aceh, sudah tahu harus berlari ke dataran tinggi begitu ada potensi tsunami. Karena itu, jumlah korban tsunami 2004 di Simeulue relatif tidak banyak dibanding daerah lain. "Sebab, kultur masyarakat di sana, orang tua mendidik agar menghindari bencana," ujar Kalla.
Data Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP) menunjukkan kerugian ekonomi akibat bencana alam mengalami tren kenaikan dalam 40 tahun terakhir. Pada awal 1970, kerugian ekonomi akibat bencana alam yang terjadi di kawasan Asia-Pasifik kurang dari US$ 50 miliar.
Empat puluh tahun kemudian, tepatnya saat terjadi gempa besar di Jepang pada 2011, kerugian ekonomi yang harus ditanggung mencapai US$ 200 miliar.
ADITYA BUDIMAN
Baca:
Ahok Tokoh Paling Dicari di Google
10 Pencarian Terpopuler Google Indonesia Sepanjang 2016
Jessica Jadi Kata dengan Pencarian Tertinggi di Google