TEMPO.CO, Jakarta - Twitter, sebagai platform media sosial, membantu pengguna melindungi diri dari berita bohong (hoax) atau yang tidak diinginkan di dunia maya.
"Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah Twitter bukan lembaga sensor. Karena itu, kami tidak berhak menyaring informasi yang beredar di platform kami. Hal tersebut justru akan melanggar tujuan kami sendiri sebagai platform bagi publik untuk kebebasan berekspresi," kata Kepala Kebijakan Publik Twitter Indonesia Agung Yudhawiranata melalui keterangan tertulis, Senin, 9 Januari 2017.
Situs microblogging tersebut telah menyiapkan BRIM (Block, Report, Ignore, dan Mute) yang dapat dipakai penggunanya untuk konten yang membuat mereka tidak nyaman.
Sejak November 2016, Twitter memperluas fitur bisu (mute) sehingga pengguna dapat mengatur cuitan yang mengandung kata kunci atau frasa tertentu tidak muncul di notifikasi mereka. Fitur itu juga berlaku untuk membisukan rangkaian percakapan. Twitter mengandalkan laporan dari para penggunanya untuk menindaklanjuti konten atau akun yang terindikasi menyebarkan hoax.
Twitter menindaklanjuti laporan pengguna dengan menghapus konten, bukan memblokir konten, hingga menonaktifkan akun yang melanggar ketentuan penggunaan. "Kami berharap pengguna di Indonesia dapat lebih bijak menggunakan media sosial, termasuk Twitter, sesuai dengan kegunaan dan peraturan yang tertera," ujarnya.
Twitter pun mendorong para penggunanya untuk melaporkan konten yang menurut mereka melanggar peraturan atau yang membuat mereka merasa tidak nyaman. "Peran semua pengguna untuk bersama-sama membantu menjaga agar Twitter tetap menjadi platform berekspresi yang aman dan nyaman sangat kami apresiasi dalam konteks ini. Salah satunya dengan cara melaporkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi," tutur Agung.
ANTARA | HOTMA SIREGAR
Baca Juga:
10 Tahun iPhone, 11 Generasi Pemberi Kepuasan
Mobil Terbang Alias Drone Berpenumpang Segera Dipasarkan
Diluncurkan di Cina, Berikut Spesifikasi Nokia 6