TEMPO.CO, Jakarta - Ini bukan permainan bagi para penggila game. Siapa saja yang memiliki hasrat menaklukkan musuh silakan minggir. Sebab, The Profit adalah mesin belajar, bukan untuk menjadi jagoan.
Natek Studio, pengembang game yang berbasis di Surabaya, membuat The Profit khusus bagi para calon pengusaha. “Ini adalah simulasi bisnis pertama buatan dalam negeri yang basis strateginya hampir menyamai bisnis di dunia nyata,” kata Tony Susanto, pendiri Natek, kepada Tempo, awal pekan ini.
Memulai bisnis, menurut Tony, bukanlah hal yang mudah dilakukan. Selain butuh kesabaran, diperlukan banyak modal. Mencari ilmu dari satu seminar ke seminar lain serta pendamping bisnis (business coach) tentunya menghabiskan dana yang tidak sedikit. Dengan melahirkan The Profit, Tony berharap bisa membantu para perintis usaha dengan cara yang lebih mudah dan murah. Walhasil, ujar dia, kegagalan dalam berbisnis bisa diminimalkan.
Tony dan tim Natek Studio meriset permainan untuk ponsel pintar Android ini selama delapan bulan. “Pengerjaannya sekitar empat bulan,” kata pria kelahiran Sidoarjo, 27 April 1978, ini.
Pada laman Google Play Store, permainan tipe tycoon game (permainan strategi bisnis) itu menggunakan ikon seseorang pria berjas abu-abu. Hingga Jumat, 10 Februari 2017, setidaknya The Profit sudah diunduh lebih dari 1.000 pengguna. Angka itu terbilang bagus untuk sebuah game gratis yang belum genap sebulan dirilis.
Baca Juga:
Terdapat empat bidang bisnis kecil-menengah sektor jasa yang bisa dipilih, yakni toko roti, minimarket, salon mobil, dan restoran. Berbeda dengan tipe tycoon game lainnya yang cenderung fiktif, semua aktivitas dan permasalahan yang dihadapi para pengguna dalam The Profit merupakan tantangan bisnis nyata.
Ada bidang pemasaran, operasional, dan keuangan yang harus Anda atur betul agar perusahaan yang dibangun bisa berjalan dan meraup keuntungan. Tony dan timnya juga memasukkan unsur membayar pajak, mengurus izin mendirikan bangunan, serta tuntutan penghematan listrik.
Di awal game, para pemain langsung dihadapkan dengan seorang investor bernama Mr. Travis. Kehadirannya bisa dibilang mewakili realitas bahwa usaha kecil-menengah cenderung sulit mendapatkan pinjaman dari bank. Walhasil, mereka hanya akan mengandalkan pembiayaan mikro.
Selanjutnya: Diberi pinjaman Rp 350 juta