TEMPO.CO, Jakarta - Seorang fotografer asal Singapura bernama Loh Lee Aik, 68 tahun, digigit hewan purba Komodo (varanus komodoensis) di Desa Komodo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Rabu, 3 Mei 2017. Menurut Kepala Bidang Humas Polda Nusa Tenggara Timur Jules Abraham Abast, Jules digigit pada bagian betis.
"Korban digigit saat memotret seekor Komodo sedang memangsa bangkai kambing," kata Jules, Kamis 4 Mei 2017.
Baca: Wisatawan Asal Singapura Digigit Komodo, Begini Kronologinya
Hingga saat ini, Lee Aik masih menjalani perawatan medis. Seperti apa dampak gigitan komodo ke manusia? Peneliti dari Universitas Melbourne Australia, Dr Bryan Fry dalam penelitiannya yang dipublikasi 2009 menyebutkan komodo adalah reptil berbisa yang mematikan. Rahasia kemampuan membunuh mangsa dari Komodo, ternyata terletak pada kombinasi kekuatan gigitannya dan racun berbisa yang dikeluarkan ribuan kelenjar-kelenjar yang terletak digusinya, yang dikeluarkan bersamaan dengan gigitan.
Bryan melakukan penelitian dengan menggunakan foto medis atau rontgen pada jaringan kepala Komodo. Ia menemukan adanya ribuan kelenjar kompleks yang berujung diantara deretan gigi-giginya, yang mempunyai kemampuan mengeluarkan bisa beracun yang mematikan.
"Reptil ini biasanya menggigit mangsanya, dan kemudian meninggalkan mangsa yang berdarah hingga mati akibat luka yang mematikan. Kami sekarang tahu bahwa itu disebabkan oleh kombinasi kekuatan gigi dan kelenjar berbisa yang mematikan mangsa," ujar Dr Fry.
Baca juga: Penelitian Ungkap Khasiat Darah Komodo: Bisa untuk Antibiotik
"Kombinasi gigitan dan bisa racun ini membuat Komodo sedikit melakukan kontak dengan mangsanya, ia cukup melukai dan menyeburkan racun, kemudian meninggalkannya. Membuat Komodo bisa menangkap mangsa yang lebih besar, tanpa harus lama bertempur yang juga akan berbahaya bagi dirinya," ujar Dr Fry.
Dr Fry kemudian juga melakukan analisa dengan menggunakan simulasi komputer, untuk mengukur tingkat ketajaman mematikan dari gigitan Komodo dibandingkan dengan gigitan binatang Carnivora lain seperti Buaya. Ternyata gigitan Komodo jauh lebih lemah dibandingkan dengan kemampuan gigitan Buaya.
Dari sini timbul hipotesa tak mungkin Komodo mematikan mangsanya hanya mengandalkan pada gigitan, seperti umumnya Carnivora lain. Dari uji resonansi magnetik diperoleh gambaran adanya kelenjar komplek diantara gigi-gigi Komodo yang mengasilkan cairan bisa beracun, yang ditinggalkan bersama gigitan Komodo. "Kami percaya Komodo mampu melumpuhkan mangsanya dengan bisa beracun yang meningkatkan kerusakan akibat gigitan gigi," ujar Dr Fry.
Baca juga: Spesies Baru Komodo Ditemukan di NTT
Para peneliti kini sedang meneruskan risetnya untuk mengetahui kandungan dan komposisi molekul bisa beracun yang dikeluarkan kelenjar Komodo. Efek dari bisa beracun juga duji oleh para peneliti, yang menampakkan kesamaan pengaruh dengan bisa beracun yang dikeluarkan oleh kelompok ular, yang biasanya membuat shock mangsa. Hal ini bisa menerangkan kenapa mangsa Komodo biasanya menjadi diam saja setelah mendapatkan gigitan, karena menahan sakit akibat pengaruh bisa. Setelah digigit, mangsa biasanya juga mengeluarkan darah sebanyak-banyaknya.
Para peneliti kemudian juga memeriksa kerangka fosil Komodo yang termasuk binatang purbakala ini, dan menemukan ciri-ciri kerangka binatang yang menggunakan bisa beracun untuk melumpuhkan mangsanya. Penelitian ini kemudian menyimpulkan bahwa kadal raksasa sepanjang 7 meter ini adalah binatang berbisa terbesar yang pernah hidup di muka bumi.
SCIENCEDAILY l WAHYUANA | ANTARA