TEMPO.CO, Jakarta - Serangan Ransomware WannaCry terus berus berlanjut ke berbagai negara, dengan jumlah mesin terpengaruh terus bertambah dari waktu ke waktu. Indonesia, menurut Kaspersky Lab, menjadi salah satu korban terbesar.
David Balcar, Security Evangelist Kaspersky Lab, mengatakan Indonesia menjadi korban terbesar kedua. “Sejauh ini data yang ada menunjukkan, Indonesia berada di posisi kedua setelah Rusia dalam hal menjadi korban serangan Ransomware WannaCry,” ujarnya di Jakarta, Kamis 18 Mei 2017.
Baca: 30.000 Komputer Terinfeksi Ransomware WannaCry, Cina Salahkan AS
Balcar tidak merinci jumlah angka serangan di Indonesia dan penyebabnya. Menurutnya, hal itu bisa saja sebuah kebetulan. "Mungkin pada saat itu banyak komputer di Indonesia yang rentan sedang online sehingga dengan mudah terkena serangan," ujarnya.
Sementara itu, data serangan Ransomware WannaCry yang dikeluarkan oleh Botnet Tracker menunjukkan hingga Kamis sore 18 Mei 2017 ini, sekitar 295.661 mesin telah menjadi korban serangan malware itu, dengan serangan offline sebesar 294.879 dan serangan online sebesar 782.
Baca: 3 Alasan Android Akan Aman dari Serangan Ransomware WannaCry
Balcar juga mengungkap bahwa hingga Kamis siang ini, sudah 295 pihak yang membayar tebusan serangan WannaCry senilai US$18 ribu. “Namun belum ada laporan jumlah dokumen yang berhasil didekripsi,” ujarnya.
Menurut Balcar, WannaCry merupakan ransomware pertama yang bersifat worm, yaitu menyebar sendiri dalam sebuah jaringan dan tidak perlu campur tangan dari korban untuk mengaktifkannya.
Ransomware WannaCry pertama kali dilaporkan menyerang rumah sakit di Inggris pada hari Jumat pekan lalu. Sejak itu serangan malware ini telah menjangkiti hingga hampir 300 ribu mesin di sekitar 150 negara.
Seorang peneliti cyber di Inggris berusia 22 tahun, Marcus Hutchins, berhasil menemukan protokol kill switch yang mengehentikan serangan tersebut minggu lalu. Namun, sejak itu muncul lagi varian WannaCry baru.
Baca: Lokasi Server Penyebar WannaCry Terdeteksi
Malware ini akan mengenkripsi data pada mesin yang berhasil diinfeksi dan meminta tebusan dalam Bitcoin sebesar US$ 300 untuk menyelamatkan data yang terkunci. Peretas menggunakan bocoran intelijen Amerika, NSA, yang memanfaatkan kelemahan pada Windows dalam melakukan serangannya.
ERWIN ZACHRI