Mulanya, hipotesis itu sulit untuk dijawab. Tim lantas mengidentifikasi sekumpulan protein yang diduga menggantikan air yang hilang dalam sel-sel tubuh tardigrada. Dugaan mereka pun terbukti.
Kazuharu Arakawa, anggota tim dari Keio University, mengatakan protein tersebut mengandung 60–80 persen air saat mendeteksi iklim yang kering. "Protein kunci ini sangat mudah larut," kata Arakawa.
Protein menempel dan mengelilingi molekul intraseluler dalam tubuh tardigrada. Protein ini berfungsi seperti rompi petugas rontgen yang mencegah radiasi dari sinar-X. Selain itu, satwa kecil ini memiliki gen tambahan yang melindungi asam deoksiribonukleat (DNA) dari kerusakan, seperti sel tubuh Wolverine dalam film X-Men.
Yang membuat mereka tahan juga, tardigrada tidak memiliki jalur saraf stres. "Tak mengherankan kalau ilmuwan sepakat hewan inilah yang akan menjadi korban terakhir kalau bumi kiamat," ujar Arakawa. Menurut dia, selama ini tak ada yang menduga makhluk mungil ini memiliki daya tahan yang semacam itu.
Kelemahan lainnya, tardigrada merupakan hewan yang lambat. Karena itu, untuk menghindari predator dan mencari makanan yang berlimpah, beruang air ini pergi ke tempat yang satwa lain tak bisa tinggali. Secara paradoks, kata Arakawa, tardigrada bisa memperoleh kemampuan ekstrem mereka karena kelemahan ekologisnya sendiri: pejalan lambat dan hilangnya gen HOX.
Dalam jurnal, Yoshida, Blaxter, Arakawa, dan tim membayangkan enzim, vaksin, atau jaringan sel tubuh manusia mampu bertahan dalam kondisi anhidrosis layaknya tardigrada. Bukan yang seperti dilakukan selama ini, yaitu dengan cara pembekuan berbasis nitrogen cair.
PUBLIC LIBRARY OF SCIENCE | LIVE SCIENCE | SCIENCE DAILY | THE WASHINGTON POST | AMRI MAHBUB