TEMPO.CO, Bandung - Sebagian besar wilayah di Pulau Jawa mengalami puncak musim kemarau pada September ini. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG), hal tersebut normal.
"Wilayah yang terdampak kekeringan di Indonesia dengan lebih dari 60 hari tidak terjadi hujan yaitu sekitar Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali bagian barat, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur," kata Ramlan, Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Rabu, 14 September 2017.
Secara umum pada musim ini kategori musim kering masih normal, namun di beberapa wilayah di Jawa hingga NTT musim keringnya di atas normal. Faktor yang menyebabkan normalnya cuaca atau iklim, seperti faktor global yaitu tidak adanya kondisi El Nino atau La Nina yang menguat.
"Faktor regional hanya dipengaruhi angin Monsun serta beberapa faktor lokal yang ada di wilayah masing-masing seperti pegunungan, pesisir, maupun wilayah sekitar teluk," kata dia. Ramlan memperkirakan musim hujan di Pulau Jawa baru akan terjadi pada Oktober sampai November 2017.
Untuk menunggu datangnya hujan, Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Klimatologi dan Kualitas Udara BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengimbau masyarakat untuk menghemat penggunaan air. "Lebih bagus kalau bisa disimpan," kata dia.
Selain itu, Ardhasena juga meminta masyarakat mewaspadai bencana alam pada masa transisi dari musim kemarau ke hujan, seperti angin kencang, puting beliung, dan gelombang tinggi. Untuk wilayah Pulau Jawa, massa transisi itu terjadi pada September.
Juga, kata dia, potensi kebakaran hutan, khususnya di daerah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah bagian selatan, Jambi, Sulawesi Selatan, dan Riau. "Kondisi kering begini biasanya potensi kebakaran hutannya besar," ujar Ardhasena.
Kondisi kering tersebut juga sedikit banyak berdampak pada panen padi petani. Karena itu, pada musim kemarau ini para petani diimbau untuk mengganti mengganti padi dengan tanaman holtikultura yang tidak membutuhkan banyak air.
ANWAR SISWADI