Palet warna yang dihasilkan oleh berbagai bentuk kimia melanin, yakni eumelanin dan pheomelanin, terdiri atas intensitas cahaya hitam, abu-abu, cokelat, dan oranye yang berbeda. Nah, bila pola warna bulu burung mengandung salah satu warna itu, para peneliti menggolongkan pola tersebut memiliki kontribusi pigmentasi berbasis melanin. Penilaian yang berdasarkan warna juga dilakukan pada pola bulu burung yang berbasis karotenoid, yang lebih cerah.
Burung sendiri tidak bisa menghasilkan karotenida sendiri. Untuk bulu warna cerah, mereka harus mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung pigmen ini. Karotenoid beredar di dalam tubuh mereka melalui aliran darah dan folikel, kantong kelenjar yang kecil dan sempit di bulu burung. Tubuh burung juga tidak memiliki kontrol yang berhubungan langsung dengan sel untuk menyintesis dan menyetorkan karotenoid.
Melanin, di sisi lain, disintesis oleh tubuh burung-burung di sel khusus yang disebut "melanosit," yang bekerja sama dengan folikel bulu untuk mendapat kontrol pigmentasi yang baik. Tim menemukan bahwa sekitar 32 persen spesies memiliki pola bulu yang kompleks, yang sebagian besar dihasilkan oleh melanin. Sebaliknya, hanya 53 spesies menunjukkan pola kompleks yang tidak mengandung warna berbasis melanin.
"Jika burung itu adalah seniman, mereka akan menggunakan karotenoid sebagai sebuah sikat yang luas untuk menghasilkan potongan warna. Melanin tak ubahnya kuas cat detail untuk menghasilkan desain yang lebih rumit," kata anggota tim peneliti yang lain, Jorge García-Campa.
Yang menarik, ternyata tak semua pola warna bulu burung mengikuti aturan ini. Para peneliti menemukan tiga keluarga burung yang memiliki pola bulu rumit tanpa melanin. Fruit doves, cotingas, dan satu jenis bangau memiliki warna yang tidak biasa. Tubuh mereka sendiri yang membuat modifikasi metabolik pada pigmen karotenoid yang mereka konsumsi.
PHYSIOLOGICAL AND BIOCHEMINAL ZOOLOGY | PHYS | SCIENCE DAILY | AHMAD NURHASIM