TEMPO.CO, Jakarta - Bertepatan dengan Hari Badak Nasional pada 22 September, ada fakta yang membuat miris. Menurut World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, dua spesies badak Nusantara, badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dan badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) saat ini tengah menghadapi situasi darurat.
Situasi kritis ini terjadi karena beberapa faktor, seperti tekanan habitat yang cukup masif di Sumatera, bencana alam letusan Gunung Anak Krakatau, penyakit yang ditularkan ternak, dan invasif tanaman langkap. "Pemerintah Indonesia perlu bereaksi cepat agar badak tidak bernasib sama seperti harimau Jawa yang sudah punah," ujar Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF Indonesia, dalam keterangan yang diterima Tempo, Jumat, 22 September 2017.
Menurut dia, habitat badak Sumatera semakin habis. Dari delapan kantong habitat badak, saat ini hanya tersisa di tiga kawasan konservasi dan lindung. Ironisnya, status kawasan tidak menjamin kehidupan badak bebas dari ancaman. Jumlah badak diperkirakan kurang dari 100 dalam lima tahun terakhir.
"Kita berlomba dengan waktu untuk menyelamatkan badak Indonesia agar nasibnya tidak sama dengan harimau Jawa," kata Arnold.
Menurut dia, perlindungan terhadap habitat dan perkembangbiakan secara alami tidak cukup untuk menyelamatkan kelangsungan hidup badak. Arnold mengatakan badak perlu segera dipindahkan ke tempat yang aman, pembiakan semi alami yang lebih aktif, dan manajemen kawasan yang lebih baik.
Kondisi serupa juga terjadi pada populasi badak Jawa. Meski jumlahnya terbilang lebih baik ketimbang badak Sumatera, tapi habitatnya terancam. Kawasan semenanjung Ujung Kulon merupakan zona rawan tsunami karena letusan Gunung Anak Krakatau dan pergeseran lempeng benua.
Selain habitat, penyakit juga mempengaruhi populasi badak. Sensus yang dilakukan terhadap ternak masyarakat menunjukkan 90 persen kerbau milik masyarakat positif mengidap bakteri tripanosoma. Aktivitas ternak yang dibiarkan bebas di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon dikhawatirkan bisa menyebarkan bakteri tersebut kepada badak Jawa.
"Bukan tidak mungkin bisa menyebabkan kematian," ujar Arnold.
Untuk menghindari punahnya populasi karena bencana alam, perlu dilakukan pemecahan populasi badak Jawa di tempat baru dan dibutuhkan konservasi jangka panjang. Tantangan lain dalam konservasi badak Jawa di Ujung Kulon, menurut Arnold, adalah hadirnya pohon langkap, tanaman invasif yang memberikan gangguan terhadap pertumbuhan pakan badak.
Arnold mengatakan badak merupakan kebanggaan bangsa Indonesia. "Indonesia gagal menyelamatkan badak Sumatera dan badak Jawa dari kepunahan. Dunia akan kehilangan dua spesies ini," ucapnya.
ZUL’AINI FI’ID N.