TEMPO.CO, Washington - Tingginya kadar karbon dioksida di atmosfer ternyata tak hanya memicu pemanasan global, tapi juga menyebabkan kepiting tumbuh lebih besar, lebih cepat, dan lebih kuat. Efek pemanasan global terhadap pertumbuhan kepiting itu ditemukan oleh peneliti Aquarium Research Center di University of North Carolina (UNC) di Chapel Hill, Amerika Serikat.
Ketika samudra menyerap gas rumah kaca itu dalam jumlah yang cukup besar, air laut menjadi lebih asam dan kaya karbon. Tingginya kadar gas rumah kaca inilah yang menyebabkan munculnya kepiting berukuran raksasa.
Munculnya kepiting superbesar tersebut merupakan kabar buruk bagi penggemar tiram. Kerang itu adalah makanan favorit bagi kepiting, dan kepiting besar yang lapar dapat menyapu habis kumpulan tiram dalam waktu singkat.
“Tingginya kadar karbon di samudra menyebabkan tiram tumbuh lebih lambat, namun sebaliknya, predator mereka, seperti kepiting biru, tumbuh lebih cepat,” kata Justin Baker Ries, ahli geologi kelautan di UNC, kepada Washington Post.
Sayangnya lagi, meski berukuran besar, kepiting yang tumbuh cepat itu hanya memiliki sedikit daging.
Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa, ketika laut semakin asam, cangkang binatang laut, dari plankton hingga kerang dan tiram, akan menjadi lebih tipis.
Kini perubahan dalam susunan kimiawi air laut berlangsung lebih buruk daripada di zona pantai di timur laut Amerika Serikat. Dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Geology pada 2009, peneliti UNC menemukan bahwa kepiting biru Chesapeake tumbuh hampir empat kali lebih cepat di dalam tangki yang berisi air dengan kadar karbon tinggi daripada kepiting dalam tangki berkarbon rendah.
Kepiting yang tumbuh dengan cepat ini juga memiliki nafsu makan tinggi. Dalam eksperimen pada 2011, peneliti UNC memasukkan kepiting lumpur dan tiram ke satu tangki berkarbon tinggi. Dalam waktu singkat, kepiting itu dengan agresif mengoyak cangkang tiram hingga terbuka dan melahap isinya.
LIVESCIENCE | TJANDRA