TEMPO.CO, Surabaya-Laboratorium Avian Influenza Pusat Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga segera mengembangkan vaksin flu burung yang berasal dari tanaman teh dan kakao. Hasil penelitian menunjukkan ternyata senyawa aktif yang terdapat pada teh dan kakao memiliki antioksidan yang mampu menangkal dan merusak sel virus flu burung.
Ketua Laboratorium Avian Influenza, Nidom, mengatakan teh dan kakao tersebut mengandung senyawa aktif yang lebih efektif daripada tamiflu. Menurut Nidom, tamiflu mempunyai keterbatasan waktu 48 jam. Artinya, seseorang yang terinfeksi virus flu burung tapi baru meminum tamiflu 3 hari setelahnya, hasilnya tidak akan efektif. Tamiflu juga memiliki efek samping halusinasi.
"Teh bisa dikonsumsi setiap saat tanpa efek samping," katanya di sela-sela penandatanganan MoU dengan PT Riset Perkebunan Nusantara di Gedung Rektorat Universitas Airlangga Surabaya, Senin, 20 Mei 2013.
Nidom melanjutkan kekuatan senyawa aktif teh tersebut bisa menangkal virus flu burung di Indonesia yang dikenal lebih ganas. Dibandingkan H7N9 di China, virus H5N1 memang lebih berbahaya walaupun penularannya lebih lambat. "Hipotesanya kalau (H5N1) ini saja bisa diatasi, maka (virus flu burung) yang lain bisa diselesaikan," kata Nidom.
Hanya saja, Nidom mengaku perlu melakukan penelitian mendalam untuk mengetahui senyawa aktif mana dari teh dan kakao yang berfungsi menangkal virus flu burung. Dari sekian varian, clone gambung dari teh yang terbukti mengandung senyawa aktif tersebut. Setelah diketahui lebih spesifik, ekstrak teh dan kakao nantinya bisa dijadikan obat atau vaksin yang diproduksi massal.
Penemuan ini berawal dari penelitian PT Riset Perkebunan Nusantara di Bandung dan Jember. Presiden Direktur PT Riset Perkebunan Nusantara Didiek Hadjar Goenadi mengatakan dari penelitian menghasilkan teh putih dengan kadar antioksidan yang sangat tinggi. Teh putih diambil dari pucuk paling ujung dari daun teh yang belum mekar atau masih menggulung. Yakni ketika bulu-bulu daunnya masih panjang. Setelah dipanen lalu dikeringkan hingga berwarna putih keperakan. "Antioksidannya sangat tinggi. Satu cangkir seduhan teh putih sama dengan 12 cangkir jus jeruk," kata Didiek.
Teh putih inilah yang terbukti melindungi sel-sel tubuh dari serangan flu burung, selain juga berdampak menurunkan kolesterol dan tekanan darah. Demikian pula kakao yang ternyata memiliki senyawa aktif menahan dan merusak sel-sel virus flu burung. Tidak berhenti disitu. Sebab limbah teh putih juga bisa digunakan untuk pakan ayam dan unggas sehingga mereka juga terbebas dari virus.
Karena itu, PT RPN menggandeng Lab Flu Burung untuk mengadakan penelitian lebih lanjut sehingga senyawa teh dan kakao bisa diproduksi dalam bentuk obat ataupun vaksin. Kedua pihak akan bekerjasama selama tiga tahun ke depan, mulai dari sisi pembiayaan hingga hasil akhir.
Menurut Didiek, investasi yang dibutuhkan untuk produksi teh putih ini memakan biaya Rp 100 juta. Untuk kebun teh, dibutuhkan Rp 50 juta per hektar. Saat ini, PT RPN memiliki 400 hektar lahan teh yang dirakit khusus. Satu hektar tanah bisa menghasilkan produksi 10 kg teh putih. Harganya mencapai Rp 1 juta hingga Rp 5 juta per kilogram.
Teh putih dikemas dalam bentuk bags dengan harga lebih murah, berkisar Rp 50 ribu-Rp 100 ribu per 50 gram. Kemasan ini, kata Didik, sudah bisa dibeli di sejumlah tempat pada tahun ini. Dalam setahun, PT RPN menargetkan bisa menjual 1-2 ton atau senilai Rp 2 milyar. "Kemasan ini bisa untuk preventif flu burung, yang obat dari Lab Flu Burung nanti untuk kuratifnya," ujarnya.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Topik Terhangat:
PKS Vs KPK | E-KTP | Vitalia Sesha | Ahmad Fathanah | Perbudakan Buruh
Berita Terpopuler:
Selingkuh, Begini Fathanah Minta Maaf
Ilham Arief Serahkan Rp 7 Miliar ke Fathanah
Cerita Sopir Fathanah Soal Paket Duit ke Luthfi
Bisnis Labora Sitorus Dimulai dari Miras Cap Tikus
Sefti Suruh Sopir Beri Bingkisan Duit ke Luthfi?