TEMPO.CO, Depok - Takemura Shinichi, menciptakan digital globe yang disebut Tangible Earth yang mampu memprediksi terjadinya bencana di suatu daerah tertentu. Bola dunia digital itu memprediksi masa depan bumi dengan data-data kejadian sebelumnya.
Tangible Earth diperkenalkan di Balai Sidang Universitas Indonesia kepada ratusan mahasiswa dan perwakilan pengamat lingkungan dari enam negara di Asia, yaitu Indonesia, China, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Tangible Earth merupakan sebuah bola dunia yang menampilkan kondisi bumi secara visual yang dioperasikan dengan sentuhan tangan," kata lelaki Jepang di Balai Sidang UI, Depok, Senin, 25 November 2013.
Seminar yang bertajuk 'Feel and Change The World With Your Hands' itu merupakan acara pembuka dari rangkaian acara Forum Lingkungan Hidup. Menurut Takemura, bola dunia Tangible Earth ini dapat dioperasikan dengan sentuhan tangan, dan berukuran 1/10 juta dari ukuran aktual bumi (1,28 m). Alat ini dapat digunakan untuk mengamati kondisi bumi secara real time. Namun, harus tersambung dengan internet.
Sebagai misal, jika kita ingin melihat kondisi Kalimantan dalam pulau Indonesia. Kita tinggal meletakan telapak tangan di atasnya sambil agak didorong sedikit. Maka bola bening yang itu akan bergerak. Kalau sudah ditemukan pulau Indonesia tinggal menghentikan putaran dengan mengangkat telapak tangan. Tinggal ditekan titik fokusnya ke pulau yang diinginkan. "Bisa di zoom in, tapi harus tersambung internet," kata dia.
Dalam alat ini terdapat data dinamika bumi. Mulai dari simulasi pemanasan global, cuaca, bencana alam seperti tsunami dan pergerakan angin topan. Alat ini juga diklaim dapat mendeteksi dinamika bumi dari berbagai sudut pandang, seperti perkembangan bumi pada 10 tahun ke depan. "Kondisi pemanasan global pada 10 tahun ke depan," katanya. Selain 60 jenis data yang telah terprogram sebelumnya, alat ini dapat dimaksukan lagi data baru dengan perkembangan yang baru.
Menurut Takemura, kedepan dia akan mengembangkan alat itu. Tidak saja untuk melihat keadaan bumi, tetapi fenomena sosial ekonomi seperti persebaran penduduk, kepadatan penduduk, konsumsi energi dan lainnya. "Rencana pengembangan, bukan saja kondisi bumi, tapi demografi seperti kondisi sosial dan penyebaran uang," kata Takemura.
Kedepan, Tangible Earth juga akan dapat digunakan untuk mengetahui berbagai belahan dunia dan dapat disambungkan dengan mikrofon di lokasi tersebut. Jadi, bunyian di tempat tersebut dapat terdengar. Seperti suara serangga maupun burung yang ada didaerah tersebut.
General Manager Human Resources Division IT Division AEON, Sudarmadi Salim mengatakan, pihaknya telah memasang 1 unit Tangible Earth di AEON Mall Lake Town, Jepang. Alat tersebut telah digunakan untuk berbagai kegiatan terkait penangamanan masalah lingkungan di dunia. "Di dunia ini baru ada 20 unit Tangible Earth yang telah dipasang," katanya. 20 unit itu dipasang diantaranya di PBB, Dubai, New York, Denmark dan lainnya.
Sudarmasi mengatakan, peralatan tersebut mulai dirintis pada 1997 dan dirilis pertama pada 2002. "Sekarang ini versi terbaru Tangible Earth yang sudah disempurnakan dari sebelumnya," katanya. Menurut dia, di Asia Tenggara belum ada yang memasang peralatan senilai 40 ribu dolar Amerika Serikat itu.
Rektor UI, Muhammad Anis mengatakan UI mendukung berbagai kegiatan yang dapat memicu kesadaran mahasiswa mengenai masalah lingkungan. Dengan mengetahui Tangible Earth, kata dia, mahasiswa akan dapat menambah pemahamannya mengenai pemanfaatan alat teknologi tinggi. "Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan," kata Anis.
ILHAM TIRTA
Baca juga:
Inilah Cara NSA Sadap 50.000 Jaringan Komputer
Empat Cara Agar Baterai Ponsel Tahan Lama
MataMassa, Aplikasi Pemantau Pemilu
Pilih PS 4 atau Xbox One?