TEMPO.CO, Le Sextant - Perubahan iklim diduga dapat mempengaruhi kesehatan manusia secara langsung maupun tidak langsung. Selain ancaman badai, banjir, kekeringan, dan gelombang panas, risiko kesehatan lainnya sedang diteliti oleh para ilmuwan.
Dugaan awal para ilmuwan, penyakit baru akibat virus, bakteri, dan parasit menyebar karena pengaruh perubahan iklim. Di antaranya, leishmaniasis dan demam West Nil. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyakit-penyakit itu menyebabkan sepertiga kematian di seluruh dunia dan negara-negara berkembang.
Studi yang dilakukan Institute de Recherche pour le Developpment (IRD) mengungkap beberapa kemungkinan di balik penyebaran patogen dan penyaluran penyakit. "Salah satunya perubahan iklim dan kelembapan ekstrem," tulis para peneliti seperti dikutip dari laman web institut, Jumat, 7 November 2014.
Perubahan iklim, tulis peneliti, mengubah dinamika transisi agen penyebar penyakit. Selain itu juga mempengaruhi rentang, perilaku, siklus biologis, sejarah hidup patogen dan vektor spesies penyakit. Tim peneliti, yang menerbitkan temuan ini dalam jurnal Nature, beranggapan kondisi ini akan berlangsung lama. (Baca: Fakta-fakta Seputar Penyakit Ebola)
Hanya, para peneliti menambahkan, dampak tersebut belum dapat dijelaskan lebih rinci. "Dibutuhkan data tentang perubahan spesial jangka panjang," tulis mereka. Itu sebabnya, para peneliti masih kesulitan mencari hubungan langsung antara perubahan iklim dan evolusi patogen penyakit.
Dalam studi, tim peneliti IRD juga melihat hubungan antara perubahan iklim dan mewabahnya buruli ulcer, penyakit menular yang muncul di Amerika Latin 40 tahun lalu. Hasil penelitian saat itu menemukan hubungan antara penyakit tersebut dengan frekuensi meningkatnya badai el nino di Amerika Tengah dan Selatan. (Baca: PBB: Bencana Global, Perubahan Iklim Semakin Parah)
Saat ini, peneliti melihat menurunnya curah hujan menyebabkan Mycobacterium ulcerans, bakteri penyebab buruli ulcer, berkembang biak dengan subur. Bakteri yang menyebabkan kulit luka-luka ini hidup di lingkungan berair, seperti sungai dan rawa. Mengingat kondisi curah hujan dalam beberapa waktu terakhir, para peneliti berpendapat wabah baru epidemi buruli akan berkembang luas.
AMRI MAHBUB
Berita Lainnya:
3 Jagoan Intel Ini Calon Kuat Kepala BIN
Raden Nuh Sempat Melawan Saat Ditangkap
Cara Menteri Susi Berantas Pencurian Ikan