TEMPO.CO, Jakarta - Drone kini menjadi komponen penting dalam proses memperoleh informasi. Untuk memotret atau merekam gambar suatu bidang dari ketinggian, kini tidak perlu lagi menggunakan pesawat atau helikopter.
Pesawat nirawak ini pun belakangan menjadi tren di kalangan pencinta teknologi. Pakar robot dari Universitas Surya, Riza Muhida, mengatakan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan drone. Bahkan, Riza yakin tahun ini bisa membikin drone made in Indonesia yang bentangan sayapnya selebar 2,5 meter
Berikut ini perbincangan alumnus Osaka University tersebut dengan Satwika Movementi dari Tempo pada awal April 2015.
T: Bagaimana tren drone di Indonesia?
Saat ini drone sudah menjadi hobi baru, dari coba-coba hingga serius menekuni. Ketertarikan masyarakat juga meningkat. Semakin banyak instansi yang menggunakan drone sebagai alat untuk mengumpulkan informasi.
Sebelumnya, drone digunakan oleh militer, Kantor Pajak, Dinas Kehutanan, perusahaan properti, dan perusahaan pertambangan. Nah, sekarang sudah digunakan oleh universitas, komunitas, bahkan sekolah.
Hal ini karena harganya semakin terjangkau. Selain itu, masyarakat semakin kreatif dalam merakitnya agar sesuai dengan keinginan mereka.
T: Seperti apa drone yang paling sederhana?
Ini diukur berdasarkan lamanya terbang. Yang paling standar bisa sampai 15 menit dengan kecepatan 40 kilometer per jam. Cara kerjanya menggunakan baterai yang di-charge. Satu kali pengisian biasanya berkisar 2-4 jam. Orang-orang yang sedang melakukan pengumpulan informasi biasanya akan membawa baterai dalam jumlah banyak agar bisa terbang lebih lama.
T: Bagaimana dengan drone tenaga surya?
Kalau di Indonesia, masih dalam tahap penelitian, tepatnya desain. Baterai tetap diperlukan untuk mengisi tenaganya. Hal ini untuk mengantisipasi jika cuaca berawan dan tidak ada sinar matahari yang cukup. Baterai juga diperlukan jika drone diterbangkan saat malam hari.
Ada dua macam drone bertenaga surya, pertama yang memiliki sayap seperti milik Facebook, sedangkan jenis kedua yang menggunakan baling-baling. Drone dengan sayap memiliki keuntungan karena daya angkatnya didorong oleh sayap. Sedangkan baling-baling membutuhkan motor penggerak khusus.
T: Apa keuntungan menggunakan drone?
Untuk memotret atau merekam gambar, drone lebih hemat biaya dan waktu jika dibandingkan dengan menggunakan helikopter. Drone juga dapat diarahkan atau diprogram secara otomatis sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi terhadap hasil yang dibidik pun dapat dilakukan dalam waktu cepat. Sifatnya pun bisa dikatakan real-time.
T: Kelemahannya?
Tentu ada pada baterai, namun bisa diantisipasi dengan membawa persediaan baterai dalam jumlah banyak. Sedangkan yang menggunakan tenaga matahari, sangat bergantung pada cuaca.
T: Bagaimana peluang Indonesia dalam menciptakan drone seperti yang dimiliki Facebook?
Peluang pasti ada, karena saat ini drone sudah menjadi kegemaran baru di masyarakat. Namun, untuk yang ukurannya sama dengan milik Facebook, saya rasa belum bisa. Apalagi fungsinya untuk memberikan akses Internet. Dibutuhkan teknologi yang cukup rumit serta dana yang sangat besar, bahkan bisa ratusan miliar rupiah.
T: Proyek apa yang sedang Anda kerjakan terkait dengan drone?
Kami sedang menyelesaikan drone untuk militer dengan sumber energi sinar matahari. Drone ini memiliki diameter 2,5 meter. Targetnya akhir tahun ini selesai.
T: Berapa biaya yang dibutuhkan?
Tentunya besar, namun saya tidak tahu pasti. Pihak TNI yang membeli komponennya. Kami hanya bertugas sebagai konsultan.