TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Unit Respon Cepat Flu Burung, Muhammad Azhar, menargetkan Indonesia akan lepas dari virus flu burung pada 2020. Ini mengingat tren kasus Virus H5N1 yang semakin turun di Indonesia. Tahun lalu jumlahnya hanya dua kasus, turun drastis ketimbang tahun 2012 dengan jumlah sembilan kasus.
"Malah, ada tiga provinsi yang tidak pernah terserang wabah flu burung," kata Agus yang juga pejabat di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, di kantornya, Jumat, 11 September 2015. Tiga provinsi tersebut, yaitu Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Nantinya, Agus menjelaskan, target bebas flu burung akan dilakukan secara bertahanap per daerah.
Agus mengklaim penurunan kasus ini dapat terjadi karena penanganan yang tepat. Selain itu, Indonesia dibantu Badan Pangan Dunia (FAO) dan USAID, badan donor dana yang berpusat di Amerika Serikat. "Ada kolaborasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta," kata James McGrane, kepala tim FAO Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases (ECTAD), di tempat yang sama.
Program yang dipimpin McGrane memberikan bantuan secara teknis seputar pengembangan sumber daya manusia dalam penanganan flu burung. "Antara lain memberikan pendidikan secara mendalam terhadap petugas kesehatan dan dokter hewan," ujarnya. Selain itu, dalam bidang penelitian, FAO mendonasikan empat biosfatey cabinet--alat untuk meneliti virus di laboratorium--kepada empat laboratorium milik pemerintah.
Ahmad Gozali, National Technical Advisor FAO, menyebutkan lima langkah penurunan flu burung sepanjang 2005-2014. Pertama, pengendalian virus H5N1 pada unggas peliharaan. "Kami membentuk tim respon cepat di daerah. Jadi, kalau ada kasus unggas mati bisa langsung segera ditangani," tutur Ahmad. Masyarakat, kata dia, juga diberikan pengarahan mengenai pemeliharaan unggas yang benar.
Langkah kedua adalah pengendalian virus di peternakan komersial. Selama ini, Agus mengatakan, banyak peternakan yang mengelola unggasnya dengan cara yang kurang tepat, termasuk dalam pemberian vaksin. "Dalam hal ini kami memberikan pengarahan kepada mereka mengenai biosekuruti, vaksinasi dan manajemen peternakan yang baik."
Selanjutnya adalah langkah penanganan dalam rantai pasar unggas. Kegiatan penanganan ini terkait pembersihan dan disinfeksi virus di pasar, merehabilitasi pasar yang sudah tak laik, serta membangun stasiun pembersihan. Langkah keempat terkait dengan penguatan kapasitas laboratorium. "Pemantauan dan pertukaran informasi secara online, baik itu informasi mutasi virus maupun pengujian vaksin."
Terakhir adalah kajian pada peternakan ayam petelur. Menurut Erry Setiawan, kolega Ahmad di FAO, vaksinasi saja belum sepenuhnya dapat melindungi unggas. "Perlu ada pemantauan secara berkelanjutan dan pengkajian virus," ujar dia. "Tujuannya, jelas untuk membangun informasi yang lengkap terkait virus H5N1 yang ada di Indonesia."
AMRI MAHBUB