TEMPO.CO, Jakarta - Mantan presiden BJ Habibie menyampaikan kekecewaannya terhadap nasib pendidikan Indonesia. Hingga saat ini, baik pemerintah maupun masyarakat, belum mengerti pentingnya akademi dan edukasi bagi sumber daya manusia.
"Masih banyak yang bertanya, untuk apa mengeluarkan uang banyak untuk ilmu pengetahuan," kata BJ Habibie saat memberikan sambutan perayaan 25 tahun Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) di Jakarta pada Senin, 12 Oktober 2015. Permasalahan ini telah mengakar sejak ia masih menjabat dulu.
BJ Habibie berkisah, pemikiran ini muncul lantaran kondisi Indonesia zaman Orde Baru, yang makmur karena harga komoditas tinggi. Rakyat hidup berkecukupan, terutama mereka yang bergerak di bidang penjualan hasil alam seperti batu bara. Sayang, tak terbersit di benak para pemilik uang saat itu untuk berinvestasi di peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Orang kaya lebih memilih menghamburkan uang untuk lapangan golf, dan kenikmatan jangka pendek lainnya. Suara-suara yang bermunculan juga cenderung meminta pemangkasan anggaran sektor-sektor pendidikan, dan lebih pada hiburan. Hal ini sangat disayangkan Habibie.
"Padahal, kalau dilihat dari Undang-Undang Dasar bangsa ini, Sumber Daya Manusia menjadi andalan. Harus digarisbawahi, sumber daya alam harus dimanfaatkan untuk memajukan kualitas SDM," kata BJ Habibie.
Seiring berjalannya waktu, harga komoditas pun menurun, dan semua orang mulai ketar-ketir. Hal serupa pun terjadi pada periode saat ini, dan perbedaannya hanya sedikit. Gelombang pemutusan hubungan kerja terjadi. Orang-orang usia produktif terpaksa menganggur, dan menjadi bodoh lantaran tak memiliki keahlian yang cukup. "Konyolnya lagi, negara kita lebih sibuk memakmurkan negara lain. Lewat impor," kata dia.
Ia berharap mata pemerintah dapat terbuka untuk melihat pentingnya pendidikan. Dengan edukasi yang cukup, Indonesia akan memiliki pasukan tenaga kerja yang mumpuni. Pada akhirnya, tenaga kerja berkualitas ini dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Tak lagi tunduk dan patah oleh kemiskinan.
"Kita harus konsolidasi. Tarik lokomotif dari sektor ekonomi, energi, dan lain-lain. Lokomotif itu adalah SDM, dengan memberikan pendidikan dan pembudayaan yang berkualitas," kata dia.
URSULA FLORENE