TEMPO.CO, Jakarta - Media sosial Facebook kembali menjadi sorotan dan mendapat banyak kritikan dari penggunanya. Secara tiba-tiba pada dua pekan lalu, Facebook mengaktifkan fitur Safety Check atas insiden serangan teroris di Paris, Prancis. Namun Facebook tidak melakukan hal serupa pada kejadian di Beirut, Libanon.
Pengaktifan tersebut memunculkan pertanyaan besar. Sebab, sejak awal, Facebook menyebutkan penggunaan fitur ini hanya dilakukan pada kejadian bencana alam. Namun, setelah mendapat kritikan keras dari berbagai pihak, Facebook kemudian mengumumkan perubahan kebijakan bahwa fitur yang biasa digunakan hanya saat bencana alam terjadi ini akan mulai digunakan pada kejadian penyerangan teroris atau keadaan krisis lain di mana pun, seperti dilansir Slashgear.com, Senin, 23 November 2015.
Tapi lagi-lagi keputusan tersebut tampaknya tidak berjalan sebagaimana yang diucapkan CEO Facebook Mark Zuckerberg. Belum berlalu terlalu jauh, Facebook seperti kembali berbuat tidak adil dengan tidak mengaktifkan fitur Safety Check pada insiden penyerangan yang terjadi di Mali, Afrika.
Berita mengenai penyerangan bersenjata oleh beberapa orang di sebuah hotel di Mali, Afrika, membuat banyak orang meminta Facebook mengaktifkan fitur keselamatan di wilayah tersebut. Sayangnya, media sosial besar ini tidak mengaktifkan fitur Safety Check.
Keputusan ini kembali memunculkan pertanyaan dari banyak pihak. Sebab, pada pekan lalu melalui halaman Facebook-nya, Mark Zuckerberg secara jelas mengumumkan perubahan kebijakan bahwa serangan teroris atau kondisi krisis akan menjadi salah satu faktor pengaktifan fitur keselamatan tersebut. Bahkan Facebook sempat mengaktifkan fitur ini pada serangan yang terjadi di Nigeria. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi yang disampaikan Facebook mengenai kritikan fitur tersebut.
Sebelumnya, sekelompok orang bersenjata menyandera seratus orang lebih di sebuah hotel mewah di ibu kota Mali, Bamako. Sebanyak 27 orang dikabarkan tewas dalam peristiwa itu.
SLASHGEAR | MAYA NAWANGWULAN