TEMPO.CO, Banyuwangi - Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta melepasliarkan lima kucing hutan (Felis bengalensis) di Taman Nasional Meru Betiri. Lima kucing hutan tersebut merupakan hasil operasi penertiban selama 2015.
Pelepasliaran kucing hutan tersebut dilakukan Kepala BKSDA Yogyakarta Ammy Nurwati dan Kepala TN Meru Betiri Pratono Suroso di Resor Sukamade TN Meru Betiri, Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa, 15 Desember 2015. Kucing hutan yang dilepaskan terdiri atas empat ekor jantan dan satu betina.
Kordinator Polisi Hutan BKSDA Yogyakarta, Sulistyo Widodo, menjelaskan, lima kucing hutan itu diamankan dalam tiga operasi penertiban. Yakni dua operasi di Kulon Progro pada 21 Agustus 2015 dan 23 Agustus 2015. Pada operasi pertama, BKSDA mengamankan dua ekor dan satu ekor pada operasi kedua. “Terakhir, BKSDA mengamankan dua ekor di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta,” katanya saat dihubungi Tempo, Selasa, 15 Desember 2015.
Menurut Sulistyo, warga mendapatkan satwa dilindungi itu dari hutan sekitar Kulon Progo. Namun BKSDA tidak memproses hukum terhadap para pelaku. Pelaku hanya diminta membuat surat pernyataan agar tak menjual kucing hutan kembali. Sebab, Sulistyo menduga, masih banyak warga belum mengetahui bahwa kucing hutan termasuk hewan yang dilindungi undang-undang. “Biasanya warga beranggapan kucing hutan sama seperti kucing domestik,” ucapnya.
BKSDA Yogyakarta baru pertama kali melepasliarkan kucing hutan di Taman Nasional Meru Betiri. Alasannya, kata Sulistyo, Meru Betiri merupakan habitat asli kucing hutan. Dengan luas Meru Betiri hingga 58 ribu hektare, Sulistyo berharap, kucing hutan tidak keluar dari kawasan habitatnya. Biasanya, BKSDA Yogyakarta melepasliarkan kucing hutan di Suaka Margasatwa Sermo di Kulon Progo.
Dalam siaran pers BKSDA kepada Tempo, dijelaskan bahwa kucing hutan merupakan spesies terancam punah dan termasuk satwa liar mamalia yang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Dalam konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies tumbuhan dan satwa liar, kucing hutan masuk daftar Apendiks II.
Kemudian, menurut International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources atau (IUCN), kucing hutan berkategori least concern. Artinya, apabila tidak ada upaya perlindungan dan konservasi, kucing hutan akan mengalami kepunahan. Habitat kucing hutan saat ini makin berkurang seiring dengan masifnya alih fungsi hutan dan meningkatnya perburuan satwa.
IKA NINGTYAS