TEMPO.CO, Jakarta - Ahad, 20 Desember 2015, pesawat milik Tentara Nasional Indonesia jatuh saat sedang melakukan akrobatik dalam Atraksi Gebyar Dirgantara Akademi Angkatan Udara. Pesawat tempur latih jenis T50i Golden Eagle itu jatuh di dekat perkampungan dekat Pangkalan Udara Adisutjipto, Yogyakarta, sekitar pukul 09.40 WIB.
Kecelakaan tersebut memakan dua korban jiwa, yakni Letnan Kolonel Penerbang Marda Sarjono dan Kapten Penerbang Dwi Cahyadi.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama TNI Dwi Badarmanto mengatakan penyebab kecelakaan pesawat masih ditelusuri. "Yang jelas, dua pilot yang jadi korban sudah sangat terlatih menerbangkan pesawat, sementara dari kondisi pesawat masih tergolong baru," ujarnya saat dihubungi.
Meski begitu, belum ada informasi yang jelas apakah T50i Golden Eagle buatan Korea Selatan itu memiliki Advanced Concept Ejection Seat (ACES) atau yang lebih dikenal dengan kursi lontar. Pesawat ini dibuat oleh Korea Aerospace Industries di bawah lisensi Lockhead Martin.
Kursi lontar, seperti dikutip dari laman situs Ejectionsite.com, sudah sampai generasi ketiga dengan nama ACES II. Kursi jenis ini sudah memiliki sistem kerja elektronik, parasut utama dan parasut untuk mengontrol, teknologi penginderaan jarak jauh, sera operasi multimode multiawak.
Kecanggihan ACES II ini dapat melontarkan pilot secara otomatis dalam kondisi terdesak di ketinggian dan kecepatan maksimum pesawat. Puncak tenaga lontarnya mencapai 12 gz (graetz). Kursi ini akan aktif di tiga mode operasi utama. Masing-masing di antaranya untuk kecepatan atau ketinggian rendah, sedang, dan tinggi.
Dalam mode rendah yang mencakup kecepatan pesawat 0-250 knots (setara 0-465 kilometer per jam), parasut akan mengembung secara otomatis dalam waktu kurang dari dua detik. Saat kecepatan pesawat dalam porsi sedang dan terjadi kerusakan, kursi akan otomatis melontar dan parasut akan menggelembung dalam waktu kurang dari 6 detik.
Adapun saat pesawat mengalami kecelakaan dalam kecepatan tinggi, kursi akan terlontar dan menyesuaikan diri sampai kecepatan sedang atau rendah terlebih dulu. Setelah itu baru parasut akan mengembang. Situs tersebut menyatakan, dalam mode kecepatan tinggi--yang biasanya berada di ketinggian lebih dari 15 ribu kaki--kondisi atmosfer sedikit berbeda. Paru-paru akan kaget ketika menerima hentakan parasut dalam ketinggian yang demikian.
Saat mendarat, pilot tak perlu risau karena struktur kursi terbuat dari bahan yang cukup kuat. Sebab, struktur kursi dibuat menokok alias menyatu dengan sasis dan memiliki propeler (baling-baling) motor roket yang dapat membuat stabil saat di udara. Propeler itu akan menyala secara otomatis saat kursi terlontar.
ACES II juga memiliki fungsi untuk sensor penginderaan lingkungan. Teknologi amat berguna untuk pilot dalam melakukan pendaratan.
EJECTIONSITE.COM | AMRI MAHBUB | DANANG FIRMANTO