TEMPO.CO, Malang - Tiga mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, menciptakan obat diare khusus untuk kelinci dari daun belimbing wuluh (Averrhoa blimbi). Selama ini hewan mungil bertelinga panjang itu 'dipaksa' mengkonsumsi obat diare untuk sapi.
Ketiga mahasiswa itu adalah Rhezaldian Eka Darmawan mahasiswa Fakultas Teknik, Galuh Dianita Fitri dari Fakultas Peternakan, dan Anas Nur Hidayah asal Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. "Penelitian diawali dari keluhan peternak kelinci Karangploso," ujar Rhezaldian, Jumat 15 Januari 2015.
Dia menuturkan, kelinci merupakan hewan ternak yang mudah terserang diare. Diare menyerang terutama saat musim hujan. Obat diare baru yang diciptakan tersebut, katanya, tergolong ekonomis karena mudah menemukan daun belimbing. "Daun belimbing wuluh kaya senyawa tanin yang biasa menyusun obat diare," ujarnya.
Sebelumnya, peternak menggunakan obat antidiare sapi untuk kelinci. Sedangkan dosis obat diare sapi terlalu besar untuk kelinci. Namun para peternak terus menggunakan obat diare sapi untuk kelinci. "Karena ketidaktahuan mereka," ujarnya.
Diare disebabkan bakteri Escherichia coli atau E.Coli an beberapa bakteri gram negatif lain. Sejumlah obat diare terbuat dari senyawa tanin. Setelah diteliti ternyata senyawa tanin juga terdapat di daun belimbing wuluh.
Dari sejumlah penelitian menyebutkan obat diare secara optimal terbuat dari 100 mililiter akuades dengan ekstrak tanin seberat 16 gram. Ramuan tersebut paling optimal menghambat pertumbuhan bakteri E.Coli. Untuk kelinci, ketiganya lalu meramunya dengan minuman dengan dosis tertentu.
Obat diare bernama Rabbit Herbal Antibiotic (Rabatic) telah diuji coba di sejumlah peternakan kelinci. Hasilnya diklaim memuaskan karena menyembuhkan diare secara total. Kelinci yang terkena diare bisa menular dan menyebabkan dehidrasi sampai kematian.
Rabatic dijual seharga Rp 19 ribu per 100 mililiter. Rencananya obat diare kelinci diproduksi massal dan dipatenkan. "Jika diproduksi massal diperkirakan harga semakin murah."
EKO WIDIANTO