TEMPO.CO, Bandung - Gempa yang mengguncang Sumba Barat dan sekitarnya tergolong cukup besar. Berkekuatan 6,6 magnitudo, lindu tersebut akibat adanya kontak subduksi lempeng Australia dengan lempeng Eurasia di kepulauan Sumba, Nusa Tenggara Timur.
Gempa Sumba Barat yang terjadi 12 Februari 2016, menurut ahli gempa dari Pusat Penelitian Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, mekanisme gempanya adalah sesar naik. Besarnya pergeseran pada bidang gempa yang memiliki dimensi 30 x 15 kilometer mencapai lebih dari 80 sentimeter.
“Pergeseran yang terjadi secara tiba-tiba ini menghasilkan guncangan di permukaan dengan intensitas maksimum mencapai VI, kemungkinan mengakibatkan kerusakan,” ujarnya, Sabtu, 13 Februari 2016.
Di sekitar pulau Sumba, pernah terjadi beberapa gempa besar, salah satunya dengan magnitude 7,9 pada 1977 dengan mekanisme sesar normal. Sedangkan dalam kurun waktu 100 tahun terakhir di dekat Sumba telah terjadi 26 gempa merusak dengan magnitudo diatas 6, kata Irwan, dan lebih dari 40 gempa dengan magnitude diatas 5,5.
Kejadian ini menjadi pengingat bahwa wilayah Indonesia sangat rawan terhadap ancaman gempa. Berbeda dengan pulau Jawa, kata Irwan, di wilayah Indonesia Timur infrastruktur pengamatan gempa berupa jaringan pengamatan seismik dan jaringan deformasi dengan GPS sangat sedikit. Sehingga kemampuan untuk memahami sumber gempa di Indonesia Timur sangat rendah, padahal potensi gempanya sangat tinggi.
Menurutnya masih diperlukan upaya sangat serius untuk mengurangi risiko gempa di Indonesia Timur, dimulai dengan penelitian dasar sumber gempa, pembuatan peta risiko bencana gempa, pengarusutamaan risiko gempa dalam pembangunan, serta penyiapan masyarakat melalui informasi risiko bencana.
Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, sumber gempa di kedalaman 60 kilometer sehingga disebut gempa menengah. Zona gempa Sumba Barat secara geologi tersusun oleh batuan keras (hard rock) hasil pengangkatan batuan dasar sehingga bisa memperlemah getaran gempa.
BMKG mencatat, pusat gempabumi terletak pada koordinat 9,77 lintang selatan dan 119,34 bujur timur, tepatnya di lepas pantai, pada jarak 14 kilometer arah barat daya Sumba Barat pada kedalaman hiposenter 60 kilometer. Guncangan gempabumi ini dirasakan dalam skala intensitas V-VI MMI di Waikabubak Sumba Barat, III-IV MMI di Bima, II-III MMI di Denpasar Bali, dan III MMI di Dompu dan Mataram.
Skala intensitas di Sumba Barat sebesar V-VI MMI itu, kata Daryono, merupakan hasil pemodelan peta tingkat guncangan (shakemap), karena wilayah Sumba Barat saat ini belum dapat dihubungi melalui telefon. Dengan nilai intensitas gempabumi V-VI MMI ini diperkirakan terjadi kerusakan pada bangunan yang tidak standar. Namun demikian hingga saat ini belum ada laporan kerusakan sebagai dampak gempabumi karena sulitnya komunikasi di daerah gempabumi.
ANWAR SISWADI