TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Riset Nasional (DRN) Bambang Setiadi menilai pemerintah cenderung abai terhadap kajian tentang lahan gambut. Padahal penelitian-penelitian ilmiah ini penting untuk menentukan tindakan restorasi yang tepat.
“Kalau salah, dampaknya malah bisa jadi kebakaran hutan (Sumatera dan Kalimantan) seperti tahun lalu,” katanya di Jakarta pada Senin, 22 Februari 2016. Pengelolaan dan upaya restorasi serampangan malah dapat berdampak buruk.
Salah satu contoh pengelolaan buruk adalah pembangunan kanal sepanjang ratusan kilometer di Kalimantan. Karena tak bersekat, kanal tersebut malah mengeringkan air dari lahan gambut sehingga membuatnya terbakar.
Kanal semacam ini umumnya dibuat pengusaha untuk mengeringkan areal hutan yang akan digunakan untuk produksi. Kadang, pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI) juga memanfaatkannya untuk memindahkan kayu.
Ludesnya kandungan air dari lahan gambut tak hanya berakibat pada kebakaran semata, tapi Indonesia juga kehilangan sumber mata air potensial. Bambang mengatakan 1 juta hektare lahan gambut dapat menampung 66,2 juta meter kubik air. Jumlah ini lebih dari setengah total muatan air semua bendungan di Indonesia.
Air yang terkandung di bawah gambut juga menyimpan emisi karbon. Jadi, saat air tersebut dikeringkan, secara otomatis karbon terlepas ke udara. Akibatnya, kadar emisi Indonesia pun terus meningkat. Belum lagi bila ditambah dengan karbon dari kebakaran hutan setelahnya.
“Makanya kita harus berhati-hati betul,” kata Bambang. Idealnya, pengelolaan lahan gambut tak boleh merusak aliran air sehingga membuatnya kering kerontang.
Gambut dapat dimanfaatkan sebagai lahan tanam tanpa perlu dibakar, hingga budi daya perikanan. Jika dimanfaatkan seperti apa pun, Bambang meminta peneliti diberi akses luas untuk mengkaji. Dengan demikian, dapat diketahui apakah kegiatan tersebut layak atau tidak dilakukan di lahan gambut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menyerukan restorasi dua juta lahan gambut yang dinakhodai Badan Restorasi Gambut (BRG). Kegiatan ini mendapatkan dana hibah hingga triliunan rupiah dari sumbangan banyak negara.
URSULA FLORENE