TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofosika (BMKG), Andy Eka Sakia, menilai ada pemahaman yang salah terkait kabar kekacauan peringatan dini tsunami pascagempa di Samudra Hindia pada Rabu malam. Dia mengatakan, munculnya tiga peringatan dini yang berisi skala gempa merupakan hal lumrah dalam sosialisasi peringatan dini bencana.
"Ini berdasarkan kondisi paling mutakhir yang kami dapat," kata dia melalui pesan elektronik yang diterima Tempo, Kamis malam, 3 Maret 2016
Andy menerima informasi peringatan dini pertama pada pukul 19.55 WIB yang menyebutkan gempa berada di 682 kilometer barat daya Mentawai dengan kekuatan 8,3 skala Richter dan kedalaman 10 kilometer. Dalam peringatan tersebut, BMKG telah menyertakan pula peringatan potensi tsunami. “Bagian dari prosedur tetap dalam sosialisasi peringatan dini,” kata dia.
Andy menerima pesan kedua yaitu sebagai bentuk pemutakhiran informasi atau peringatan dini kedua pada pukul 20.00 WIB. Pesan itu secara lengkap berbunyi: Pemutakhiran Peringatan Dini Tsunami di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nangrgoe Aceh Darussalam, Bengkulu, Lampung, gempa magnitudo 7,8 skala Richter, 2 Maret 2016, 19;49:47 LS 94.39 BT, kedalaman 10 kilometer.
“Informasi kedua ini tampaknya yang menjadi misunderstanding seoah-olah BMKG melakukan pembatalan. Padahal sesuai dengan Protap juga bahwa proses pengolahan data terus dilakukan,” kata Andy. Padahal, menurut Andy, peringatan kedua merupakan perbaikan dari peringatan dini pertama
Pada pukul 22.32 WIB, Andy menerima peringatan dini ketiga yang memuat data paling mutakhir Informasi tersebut berisi, "Pemutakhiran Peringatan Dini Tsunami akibat gempa magnitute 7,8 SR, telah terdeteksi di Cocos Island pukul 21:15 WIB 0,1 meter, Padang pukul 21:40 0,05 meter." Tak lama, Andy bercerita, BMKG menerima informasi mutakhir lagi yang menyatakan bahwa peringatan dini berakhir.
Dalam sosialisasi peringatan dini bencana, menurut Andy, ada hal yang perlu digarisbawahi, khususnya peringatan tsunami. Dalam memitigasi tsunami perlu dilakukan dua hal pokok yaitu upstream dan downstream.
Upstream ialah teknis insfastruktur teknologi sampai dengan sistem sosialisasinya. Sementara downstream merupakan tingkat pemahaman di masyarakat dalam merespons informasi itu. “Tanpa tingkat pemahaman yang cukup, sistem apapun yang akan terinstalasi akan tidak berguna banyak,” ujarnya.
Masyarakat mulai berhamburan keluar setelah peringatan tsunami dikeluarkan. Di Padang, lokasi evakuasi dipenuhi masyarakat, artinya mekanisme evakuasi berjalan dengan baik. Meski terjadi kepanikan dan kebingungan, masyarakat dapat memahami bahwa evakuasi tidak dilakukan dengan mobil yang memicu kemacetan. Di Bengkulu masyarakat dari awal justru melihat tanda-tanda dengan mengecek apakah ada penyusutan muka laut.
DANANG FIRMANTO