TEMPO.CO, Washington - Berjalan tegak dengan dua kaki menjadi pembeda manusia dengan primata lainnya. Sebuah riset menunjukkan perebutan sumber daya alam langka menjadi pemicu manusia berjalan tegak sejak 6 juta tahun lalu.
Kesimpulan kelompok peneliti gabungan dari Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Portugal diperoleh setelah mempelajari perilaku simpanse saat berebut sumber daya langka. Penelitian itu dilakukan di Hutan Bossou, Guinea.
"Simpanse menyediakan model bagaimana kondisi lingkungan mempengaruhi manusia berjalan tegak," ujar peneliti evolusi dari George Washington University, Brian Richmond.
Dugaan awal mereka adalah aktivitas sederhana yang dilakukan setiap hari, seperti membawa barang, mampu memaksa manusia berjalan tegak. Dugaan ini terbukti pada simpanse yang menjadi obyek penelitian.
Pada tempat tinggal simpanse di Hutan Bossou, disediakan biji kelapa sawit yang mudah didapat dan biji coula yang langka. Menyadari ketersediaan dua jenis biji tersebut, simpanse tersebut berebut mendapatkan biji coula dan melupakan biji kelapa sawit.
Primata Afrika ini mulai berjalan tegak dengan dua kaki dan membawa biji coula lebih banyak. Mereka harus memonopoli sumber daya terbatas di habitatnya.
Seiring berjalannya waktu, aktivitas berjalan tegak mendorong terjadinya perubahan anatomi. Spesies yang tak sanggup membawa banyak barang pada akhirnya tersisih oleh seleksi alam.
Dalam penelitian lain di hutan yang sama, peneliti menemukan 35 persen simpanse berusaha berjalan tegak agar bisa membawa lebih banyak barang langka.
Berjalan tegak juga bertujuan untuk menghemat energi. Penelitian tiga tahun lalu oleh peneliti University of Arizona dan University of California menunjukkan simpanse yang berjalan dengan empat kaki membutuhkan energi empat kali lebih banyak ketimbang manusia yang berjalan dengan dua kaki.
SCIENCE DAILY | AMRI MAHBUB